BAB VI
SIKAP
POLITIK NU
DIBAWAH
KEPEMIMPINAN
KH.HASIM
MUDZADI
Sebagai
gerakan keagamaan, NU sebenarnya sudah cukup memiliki basis massa . Hanya disayangkan acapkali tidak
dikelola secara maksimal sehingga sumber daya yang melimpah tersebut terkesan
berserakan tidak beraturan. Akibat dari pengelolaan yang kurang maksimal
tersebut, cita-cita yang pernah dilemparkan para pendirinya yakni NU sebagai
gerakan Islam kultural, atau dengan sebutan gerakan "pribumisasi
Islam" seakan-akan berhenti pada tataran elite NU saja, tidak
tertransformasi sampai tataran grass root. Padahal kita ketahui, tataran grass
root inilah yang sangat penting diperhatikan karena akan sangat membantu
perjuangan yang selama ini di lakukan.
Apabila
terdapat kritik yang tajam terhadap NU yang dianggap telah keluar dari Khittah
1926, karena NU dianggap telah berpolitik praktis, maka sekarang inilah saatnya
bagi NU untuk menempatkan kembali sebagai basis perjuangan Gerakan Moral.
Dengan demikian, kritik yang dilontarkan menjadi cambuk yang sangat bermanfaat
bagi NU sendiri serta jamiyahnya untuk membawa kembali NU sebagai gerakan
sosial keagamaan, bukan gerakan politik praktis.
Kejatuhan
Gus Dur, telah menampar pipi kalangan Nahdiyin, marah, sakit dan malu
menyelimuti kalangan Nahdiyin dari pusat sampai daerah, namun rasa duka seperti
itu tidak berkelanjutan, dengan berbagai kepiawaiannya dibawah pimpinan
KH.Hasim Mujadi Nahdlatul Ulama tampil kedepan mengambil posisi sebagai pembela
umat, berbagai program konsolidasi terus digulirkan untuk mempersiapkan diri
menyongsong masa depan yang lebih cemerlang. Sikap politik NU dibawah
kepemimpinan KH.Hasim Mudzadi semakin netral, hal ini dapat kita lihat pada
peristiwa kisruh di PKB, baik persetruan dengan Matori Abdul Jalil maupun kasus
pemecatan Saefullah Yusuf sebagai Sekjen, NU tidak turut campur.
Dalam
sebuah wawancara Ketua PB NU KH Hasyim Muzadi menyatakan, konflik internal PKB menyebabkan
kecenderungan terjadinya keresahan di kalangan umat nahdliyin. Karena itu, PB
NU saat ini lebih memfokuskan diri untuk menyelamatkan warga nahdliyin dulu dan
tidak mencampuri urusan partai politik. Kalau para kiai berupaya menyelesaikan
masalah PKB melalui jalur NU, Hasyim menyerahkan semuanya pada Rais Aam untuk
mengambil keputusan. PB NU sudah sepakat bahwa yang harus diselamatkan adalah
warga nahdliyin dulu. Jangan sampai masyarakat nahdliyin resah karena konflik
internal di PKB," kata Hasyim saat menjadi pembicara bedah buku berjudul
Ideologi Kaum Fundamentalis di Hotel Natour Simpang (WARTA Keselamatan
Warga NU lebih utama NU Online).
Langkah
awal penyelamatan warga nahdliyin ini menurut Hasyim, sebenarnya sudah
dilakukan melalui imbauan ke seluruh cabang NU. Salah satunya imbauan agar
tidak terjadi perpecahan atau benturan antarwarga nahdliyin, baik di kalangan
ulama maupun grass root.
Berkaitan
dengan pemilu 2004 yang akan datang, KH Hasyim Muzadi berpendapat bahwa posisi
NU akan lebih baik baik jika tidak ada pemihakan. Sementara itu jika ada tokoh
NU yang dicalonkan, baik dalam jajaran legislatif maupun jajaran eksekutif,
pencalonan tersebut tidak boleh mengganggu kapal induknya. “Mereka harus
menjaga nama, kebesaran, dan citra NU dan ini tidak boleh menjadi fokus
kegiatan NU,” tambahnya.
Sikap
politik seperti ini diambil untuk lebih mempertegas sikap politik NU dan
mengkokohkan serta mengaplikasikan Khithoh 1926. Pada kondisi seperti ini NU
faham persis terhadap corak dan garis politik yang dimainkan oleh para politisi
belakangan ini. Garis besar corak politik yang dimainkan para politisi itu bisa
dijadikan bahan untuk mempertegas perbedaan politik yang harus dimainkan oleh
Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakatan.
Dengan merebaknya
corak-corak politik yang semakin praktis-pragmatik sebagaimana yang telah
mewarnai kehidupan nasional beberapa tahun terakhir ini, maka khittah NU
semakin relevan. Makna yang terkandung dalam pokok-pokok pikiran tentang
khittah NU adalah membedakan antara langkah atau kegiatan politik [praktis]
dengan kegiatan bersifat kemsayarakatan (jam’iyah). Dalam hal ini NU
diposisikan sebagai organisasi social keagamaan yang berkiprah dalam masalah
keagamaan dan kemasyarakatan (keumatan). Sedangkan Politik praktis
yang dimainkan para politisi dipartai politik adalah kegiatan dan
langkah-langkah taktis untuk mengejar posisi-posisi kekuasaan. Dengan kata lain
politik praktis adalah politik untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan.
Sedangkan kebalikannya, adalah kegiatan politik kemasyarakatan, yakni
politik yang dilakukan tidak untuk mengejar kekuasaan tetapi untuk mempengaruhi
dan memandu kekuasaan [katakanlah kekuasaan negara] agar digunakan secara benar
dan untuk mendorong proses perubahan untuk menciptakan sebesar-besarnya
kemaslahatan rakyat (mashalih al-ra’iyyah). Di kalangan organisasi
non-pemerintah (LSM), yang terakhir itu biasa disebut sebagai politik nilai
(the politics for values), sedangkan yang pertama adalah politik untuk mengejar
kekuasaan (the politics for power).
Dengan
demikian ada distingsi yang jelas antara dua jenis kegiatan politik tersebut.
Politik praktis sebagaimana dilakukan atau dimainkan para politisi lebih
didasari motif-motif merebut atau mempertahankan kekuasaan negara dan mengambil
keuntungan-keuntungan ekonomi daripadanya. Sedangkan yang kedua untuk mendorong
perubahan social-politik. Keputusan politik NU tahun 1984 merupakan keputusan
strategis, dan amat tepat untuk kondisi masyarakat Indonesia, yang menempatkan
NU pada posisi sebagai organisasi social keagamaan. Konsekuensinya NU membuat
batas yang jelas dengan organisasi-organisasi social politik, tidak subordinat
terhadap organisasi politik seperti partai politik. Dengan posisi tersebut
posisi NU menjadi semakin strategis. NU, dengan demikian, dapat memainkan
peran-peran politik yang didasari kepentingan umat secara keseluruhan tanpa
membeda-bedakannya dengan pilihan politik masyarakat. Dengan fungsi ini NU
dapat mendorong terjadinya perubahan social dan politik. Dalam konteks politik
kenegaraan, maka organisasi kemasyarakatan seperti NU dapat memainkan fungsi
sebagai penjaga dan memeliharan keutuhan negara Indonesia dari kemungkinan
dampak terburuk akibat perilaku para politisi. Dengan sendirinya NU akan
menjadi kekuatan moral yang mengatasi berbagai kepentingan sempit
kelompok-kelompok politik.
Menyikapi hal itu NU telah
mempetakan persoalan-persoalan internal NU yang harus diatasinya,
persoalan-persoalan mendesak dan mendasar bangsa yang terabaikan oleh kalangan
politisi, dan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi jam’iyah nahdliyin
sendiri, agar komunitas NU dapat melakukan langkah-langkah dan
kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan perkembangan dan tantangan di bidang
social, ekonomi dan politik mutakhir. Tentu saja langkah-langkah dan
kebijakan NU untuk mangatasi masalah-masalah internalnya merupakan bagian
penting yang harus ditempuh sebagai upaya NU untuk memainkan
peran-perannya untuk ikut mengatasi persoalan yang dihadapai bangsa, negara dan
masyarakat Indonesia .
Langkah semacam itu pada gilirannya akan menjadi sumbangan dan keterlibatan NU
dalam menentukan corak negara Indonesia sesuai cita-cita
proklamasi, menjaga dan memelihara kesinambungannya (E.Sobirin Nadj
Revitalisasi Khthoh. NU Online)
Lampiran:
KHITTAH
NAHDLATUL ‘ULAMA
1.
Mukadimah
Nahdlatul
Ulama didirikan atas dasar kesadaran dan keinsafan bahwa setiap manusia hanya
bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat.
Dengan
bermasyarakat, manusia berusaha
mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya terhadapnya. Persatuan, ikatan batin,
saling Bantu membantu dan keseia sekataan merupakan persyaratan dari tumbuhnya
persaudaraan (al-ukhuwwah) dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi
terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.
Nahdlatul
Ulama sebagai Jam’iyyah adalah wadah bagi para ulama dan pengikut-pengikutnya
yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. dengan tujuan
untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang
berhaluan ahlus sunah wal Jama’ah dan menganut salah satu mazhab empat, masing-masing Imam Abu Hanifah
An’Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Idris Asy-Syafi’I dan Imam Ahmad bin
Hambal, serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya
dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan
masyarakat, kemajuan bangsa dan martabat manusia.
Nahdlatul
Ulama dengan demikian merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut
serta membangun dan mengembangkan insane dan masyarakat yang bertaqwa kepada
Allah subhanahu wata’ala, cerdas, terampil, berakhlak mulia, tentram, adil dan
sejahtra.
Nahdlatul
Ulama mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiar yang
didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan yang membentuk kepribadian khas
Nahdlatul Ulama. Inilah yang kemudian disebut sebagai khittah Nahdlatul Ulama.
2.
Pengertian.
a.
Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berfikir,
bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus dicerminkan dalam
tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses
pengambilan keputusan.
b.
Landasan tersebut adalah faham Islam ahlus sunnah wal
jama’ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia ,
meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
c.
Khittah Nahdlatul Ulama juga digali intisari perjalanan
sejarah khidmahnya dari masa-kemasa.
3.
Dasar faham keagamaan Nahdlatul Ulama
a. Nahdlatul Ulama
mendasarkan faham keagamaannya kepada sumber ajaran Islam : Al-Qur’an,
As-Sunnah, Al-Ijma dan Al- Qiyas.
b. Dalam memahami
dan menafsirkan Islam dari
sumber-sumbernya tersebut di atas, Nahdlatul Ulama mengikuti faham ahlus sunnah
wal Jama’ah dan menggunakan jalan
pendekatan (Al-Mazdhab):
1.
Dibidang aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti faham ahlus sunnah wal Jama’ah yang
dipelopori oleh Imam Abu Hasan Al Asy’ary dan Imama Abu Mansur Al-Maturidi.
2.
Dibidang fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan
(al-Mazdhab) salah satu dari mazdhab Abu Hanifah An-Nu’man, Imam Malik bin
Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hambal.
3.
Di bidang tashawwuf mengikuti antara lain Imam Al Junaedi
Al-Bagdadi dan Imam Al-Ghazali serta Imam-imam yang lain.
c.
Nahdlatu Ulama
mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama yang fithrah, yang
bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki oleh manusia. Faham
keagamaan yang dianut oleh Nahdlatu Ulama
bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang sudah ada dan menjadi
milik serta cirri-ciri suatu kelompok manusia seperti suku maupun bangsa, dan
tidak bertujuan untuk menghapus nilai-nilai tersebut.
4. Sikap kemasyarakatan Nahdlatul
Ulama.
Dasar-dasar pendirian faham keagamaan
Nahdlatu Ulama tersebut menumbuhkan
sikap kemasyarakatan yang bercirikan pada:
a.
Sikap tasawuth dan I’tidal
Sikap tengan dan berintikan pada
prinsif hidup yang menjung-jung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus
ditengah-tengah kehidupan bersama.
Nahdlatu Ulama dengan sikap dasar ini
akan selalu menjadi panutan yang bersikaf dan bertindak lurus dan selalu
bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat
tatharruf (akstrim).
b.
Sikap tatsamuh
Sikap toleran terhadap perbedaan
pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’
atau menjadi masalah hilafiah, maupun dalam masalah kemasyarakatan dan
kebudayaan.
c.
Sikap tawazun.
Sikap seimbang dalam berhidmah.
Menyerasikan hidmah kepada Allah subhanahu wata’ala, hidmah kepada sesama
manusia serta kepada lingkungan hidup.
d.
Amar ma’ruf nahi munkar.
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong
perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta
menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan
nilai-nilai kehidupan.
5. Prilaku yang
dibentuk oleh dasar keagamaan dan sikap
kemasyarakatan Nahdlatul Ulama.
Dasar-dasar keagamaan (angka 3) dan
sikap kemasyarakatan tersebut (angka 4) membentuk prilaku warga Nahdlatul
Ulama, baik dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi yang :
a.
Menjungjung tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran
Islam.
b.
Mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan
pribadi.
c.
Menjungjung tinggi sifat keiklasan dalam berhidmah dan
berjuang.
d.
Menjungjung tinggi persaudaraan (al-ukhuwah) persatuan
(al-ittihad) serta kasih mengasihi.
e.
Meluhurkan kemuliaan moral (al-akhlak al-karimah) dan
menjungjung tinggi kejujuran (ashshidqu) dalam berpikir, bersikap dan
bertindak.
f.
Menjungjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama,
bangsa dan negara.
g.
Menjungjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai
bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala.
h.
Menjungjung tinggi ilmu pengetahuan serta akhli-akhlinya.
i.
Selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap
perubahan bermazdhab yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
j.
Menjungjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong,
memacu dan mempercepat perkembangan masyarakat.
k.
Menjungjung tinggi kebersamaan ditengah kehidupan
berbangsa dan bernegara.
6. Ikhtiar-ikhtiar yang dilakukan Nahdlatul
Ulama.
Sejak berdirinya Nahdlatul Ulama memilih
beberapa bidang utama kegiatannya
sebagai ikhtiar mewujudkan cita-cita dan tujuan berdirinya, baik tujuan yang
bersifat keagaan maupun kemasyarakatan.
Ikhtiar-ikhtiar tersebut adalah:
a.
Peningkatan silaturahmi/ komunikasi inter-relasi antara
ulama yang bermazdhab.
b.
Peningkatan kegiatan dibidang keilmuan/ pengkajian/
pendidikan.
c.
Peningkatan kegiatan penyiaran Islam, pembangunan
sarana-sarana peribadatan dan pelayanan social.
d.
Meningkatkan taran dan kualitas hidup masyarakat melalui
kegiatan yang terarah.
Kegiatan-kegiatan yang dipilih oleh
Nahdlatul Ulama pada awal berdiri dan hidmahnya menunjukan pandangan dasar yang
peka terhadap pentingnya terus menerus dibina hubungan dan komunikasi antara
para ulama sebagai pemimpin masyarakat serta adanya keprihatinan atas nasib
manusia yang terjerat oleh keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Sejak
semula Nahdlatul Ulama melihat masalah ini sebagai bidang garapan yang harus dilaksanakan melalui
kegiatan-kegiatan nyata.
Pilihan akan ikhtiar yang dilakukan
mendasari kegiatan Nahdlatul Ulama dari
masa ke masa dengan tujuan untuk melakukan perbaikan, perubahan dan
pembaharuan masyarakat, terutama dengan mendorong swadaya masyarakat sendiri.
Nahdlatul Ulama sejak semula meyakini
bahwa masalah kesatuan dan persatuan para ulama dan pengikutnya, masalah
pendidikan, masalah da’wah Islamiyah, kegiatan social, serta perekonomian
adalah masalah yang tidak bisa dipisahkan untuk mengubah masyarakat yang
terbelakang, menjadi masyarakat sejahtra dan berakhlak mulia.
Pilihan kegiatan Nahdlatul Ulama tersebut
sekaligus menumbuhkan partisipatif terhadap setiap usaha yang bertujuan membawa
masyarakat kepada kehidupan yang maslahat.
Setiap kegiatan Nahdlatul Ulama untuk
kemaslahatan manusia dipandang sebagai perwujudan amal ibadah yang didasarkan
pada faham keagamaan yang dianut.
7. Fungsi organisasi
dan kepemimpinan Ulama didalamnya.
Dalam rangka melaksanakan ikhtiarnya Nahdlatil Ulama membentuk organisasi yang mempunyai
struktur tentu yang berfungsi sebagai alat untuk melakukan koordinasi bagi
tercapainya tujuan – tujuan yang telah ditentukan , baik tujuan yang bersifat
keagamaan, maupun kemasyarakatan.
Karena pada dasarnya Nahdlatil Ulama
adalah Jam’iyyah diniyyah yang membawa faham keagamaan, maka ulama sebagai mata
rantai pembawa faham Islam ahlussunnah wal jama’ah selalu ditempatkan sebagai
pengelola, pengendali, pengawas, dan pembimbing utama jalannya organisasi.
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya, Nahdlatil Ulama
menempatkan tenaga tenaga yang sesuai dengan bidangnya untuk menanganinya.
8. Nahdlatil Ulama dan kehidupan berbangsa.
Sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjadi bagian tak
terpisahkan dari keseluruhan bangsa Indonesia , Nahdlatil Ulama
senantiasa menyatakan diri dengan perjuangan bangsa Indonesia . Nahdlatul Ulama secara sadar
mengambil posisi yang aktif dalam proses perjuangan dan mempertahankan
kemerdekaan, serta ikut aktif dalam penyusunan UUD 1945 dan perumusan Panca
Sila sebagai dasar negara.
Keberadaan Nahdlatil Ulama yang senantiasa
menyatukan diri dengan perjuangan
bangsa, menempatkan Nahdlatil Ulama dan segenap warganya untuk
senantiasa aktif mengambil bagian dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat yang adil dan makmur yang diridlai Allah subhanahu
wata’ala.
Karenanya setiap warga Nahdlatil Ulama
harus menjadi warga negara yang senantiasa menjungjung tinggi pancasila dan UUD
1945.
Sebagai organisasi keagamaan Nahdlatil Ulama menempatkan bagian
tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang
teguh prinsip persaudaraan (al-ukhuwah) toleransi (al-tasamuh) kebersamaan dan
hidup berdampingan baik dengan sesama umat Islam, maupun dengan sesama warga
negara yang mempunyai keyakinan/agama lain untuk bersama-sama mewujudkan
cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.
Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi
pendidikan Nahdlatil Ulama senantiasa berusaha secara sadar untuk menciptakan
warga-warga yang menyadari hak dan kewajiban terhadap bangsa dan negara.
Nahdlatil Ulama sebagai jam’iyyah secara organisasi tidak terikat dengan
organisasi politik dan organisasi
kemasyarakatan manapun juga, setiap warga Nahdlatil Ulama adalah warga negara
yang mempunyai hak-hak politiknya harus dilakukan secara bertanggung jawab
sehingga dengan demikian dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokrasi,
konstitusional, taat hukum dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah dan
mufakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama.
9. Khotimah
Khittah Nahdlatil Ulama ini merupakan landasan dan
patokan-patokan dasar yang perwujudannya dengan izin Allah subhanahu wata’ala
terutama tergantung kepada semangat pemilikan warga Nahdlatil Ulama. Jam’iyyah
Nahdlatil Ulama hanya akan memperoleh dan mencapai cita-citanya jika pemimpin
dan warga benar-benar meresapi dan mengamalkan khittah Ulama ini.
ANGGARAN DASAR
NAHDLATUL ULAMA
MUQDDIMAH
Bahwa agama Islam adalah Rahmat bagi
seluruh alam karena ajarannya mendorong kegiatan para pemeluknya untuk
mewujudkan kemaslahatan dan kesejahtraan hidup di dunia dan di akhirat.
Bahwa para ulama Ahlussunnah wal
Jama’ah Indonesia terpanggil untuk melanjutkan da’wah Islamiyah dan
melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan mengorganisasikan
kegiatan-kegiatannya dalam satu wadah yang bernama NAHDLATUL ULAMA yang bertujuan untuk mengamalkan ajaran Islam
menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
Bahwa kemaslahatan dan kesejahtraan
warga NAHDLATUL ULAMA menuju khaira
ummah adalah bagian mutlak dari kemaslahatan dan kesejahtraan masyarakat Indonesia . Maka
dengan rahmat Allah Subhanahu wata’ala, dalam perjuangan mencapai masyarkat
adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia, Jam’iyah
NAHDLATUL ULAMA berasaskan Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa bagi
umat Islam merupakan kepercayaan terhadap Allah sabhanahu wa ta’ala.
Sebagaimana inti aqidah Islam yang meyakini bahwa tidak ada yang berhak
disembah selain Allah subhanahu wa ta’ala.
Bahwa cita-cita bangsa Indonesia hanya
bias diwujudkan secara utuh apabila seluruh potensi nasional difungsikan secara
baik, dan NAHDLATUL ULAMA berkeyakinan bahwa keterlibatannya secara penuh dalam
proses perjuangan dan pembangunan nasional merupakan suatu keharusan.
Bahwa untuk mewujudkan hubungan antara
bangsa yang adil, damai dan manusiawi menuntut saling pengertian dan saling
membutuhkan, maka NAHDLATUL ULAMA bertkad untuk mengembangkan Ukhuawwah
Islamiyyah yang mengemban kepentingan nasional.
Menyadari hal-hal di atas maka
disusunlah Anggaran Dasar NAHDLATUL ULAMA sebagai berikut:
BAB I
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Jam’iyyah ini bernama NAHDLATUL ULAMA
disingkat NU. Didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H. bertepatan
dengan tanggal 31 Januari 1926 M. untuk waktu yang tidak terbatas.
Pasal 2
Pengurus besr Jam’iyyah Nahdlatul
Ulama berkedudukan di Ibukota Negara
Republik Indonesia .
BAB II
AQIDAH / ASAS
Pasal 3
Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyyah
diniyyah Islamiyyah beraqidah / berasas Islam menurut faham Ahlussunnah wal
Jama’ah dan menganut salah satu mazdhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali.
Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara NAHDLATUL ULAMA berpedoman kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yng adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan, Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
BAB III
LAMBANG
Pasal 4
Lambang Nahdlatul Ulama berupa gambar
bola dunia yang dilingkari tali tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang,
5 (lima) bintang terletak melingkar diatas garis khatulistiwa, yang terbesar
diantaranya terletak terletak ditengah atas sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak
melingkar dibawah khatulistiwa, dengan tukisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab
yang melintang dari sebelah kanan bola dunia kesebelah kiri, semua terlukis
dengan warna putih diatas dasar hijau.
BAB IV
TUJUAN DAN
USAHA bertujuan untuk ikut serta membangun dan mengembangkan insane dan
masyarakat yang bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala, cerdas, terampil,
berakhlak mulia, tentram, adil dan sejahtra.
Pasal 5
Tujuan Nahdlatul Ulama adalah
berlakunya ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jam’ah dan menganut salah
satu dari mazdhab empat, ditengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia .
Pasal 6
Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana
pasal 5 di atas maka Nahdlatul Ulama melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
a. Dibidang agama,
mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal jama’ah
dalam masyarakat dengan melaksanakan da’wah Islamiyyah dan amar ma’ruf nahi
munkar serta meningkatkan ukhuah Islamiyyah;
b. Dibidang
pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengusahakan terwujudnya
penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran serta pengembangan kebudayaan
yang sesuai dengan ajaran Islam, untuk membidani manusia muslim yang taqwa,
berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama,
bangsa dan negara;
c. Dibidang social,
mengusahakan terwujudnya kesejahtraan rakyat dan bantuan terhadap anak yatim,
fakir-miskin, serta anggota masyarakat yang menderita lainnya.
d. Dibidang ekonomi,
mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mengupayakan pemerataan
kesempatan untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan, dengan
mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi rakyat.
e. Mengembangkan
usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak (Maslahat al-ammah),
guna terwujudnya khaira ummah.
BAB. V
KEANGGOTAAN
Pasal 7
a.
Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari anggota biasa,
anggota luar biasa dan anggota kehormatan.
b.
Tiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan
sudah aqil baligh yang menyatakan keinginannya dan sanggup mentaati Anggaran
Dasar Nahdlatul Ulama, dapat diterima menjadi anggota
c.
Ketentuan menjadi anggota dan pemberhentian keanggotaan
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 8
1. Anggota Nahdlatul
Ulama berkewajiban mendukubg usaha-usaha yang dijalankan Nahdlatul Ulama, dan
berhak untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama.
2. Ketentuan
mengenai kewajiban dan hak anggota serta lain-lainnya diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB VI
STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 9
Struktur organisasi Nahdlatul Ulama
terdiri atas:
a. Pengurus Besar.
b. Pengurus Wilayah
c. Pengurus Cabang
d. Pengurus Mejlis
Wakil Cabang
e. Pengurus Ranting.
Pasal 10
1. Untuk
melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud pasal 5 dan 6,
Nahdlatul Ulama membentuk perangkat-perangkat organisasi yang meliputi:
Lembaga, Lajnah, dan Badab Otonom yang merupakan bagian dari kesatuan
organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
2. Ketentuan
pembetukan Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
BAB VII
KEPENGURUSAN
Pasal 11
1. Kepengurusan
Nahdlatul Ulama terdiri atas Mustasyar, Syuri’ah, dan Tanfidiyah.
2. Mustasar adalah
Penasehat.
3. Syuriyah adalah
Pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.
4. Tanfidiyah adalah
Pelaksana Harian.
5. Tugas, wewenang,
kewajiban dan hak mustasyar, Suriyah, dan Tanfidiyah diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal 12
1.
Masa jabatan pengurus tersebut dalam pasal 9 adalah 5 (lima ) tahun disemua
tingkatan.
2.
Masa jabatan pengurus Lembaga dan Lajnah disesuaikan
dengan masa jabatan Pengurus Nahdlatul Ulama di tingkat masing-masing.
3.
Masa jabatan Pengurus Badan-badan Otonom ditentukan dalam
Pelaturan Dasar Badan Otonom yang bersangkutan.
Pasal 13
1. Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a.
Musyawarah Pengurus Besar.
b.
Pengurus Besar Harian Syuriyah.
c.
Pengurus Besar Lengkap Syuriyah
d.
Pengurus Besar Harian Tanfidiyah.
e.
Pengurus Besar Pleno.
2.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Musyawarah
Pengurus Wilayah.
b. Pengurus Wilayah
Harian Syuriyah.
c. Pengurus Wilayah
Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Wilayah
Harian Tanfidiyah
e. Pengurus Wilayah
Lengkap Tanfidiyah.
f. Pengurus Wilayah
Pleno.
3.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terdiri
atas:
a.
Musyawarah Pengurus Cabang
b.
Pengurus Cabang
Harian Syuriyah.
c.
Pengurus Cabang
Lengkap Syuriyah.
d.
Pengurus Cabang
Harian Tanfidiyah
e.
Pengurus Cabang
Lengkap Tanfidiyah.
f.
Pengurus Cabang
Pleno.
4. Pengurus Mejlis Wakil Cabang
Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Musyawarah
Pengurus Mejlis Wakil Cabang
b. Pengurus Mejlis
Wakil Cabang Syuriyah.
c. Pengurus Mejlis
Wakil Cabang Tanfidiyah.
d. Pengurus Mejlis
Wakil Cabang Pleno.
5.
Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama
terdiri atas:
a.
Musyawarah Pengurus Ranting
b.
Pengurus Ranting Syuriyah.
c.
Pengurus Ranting Tanfidiyah.
d.
Pengurus Ranting
Pleno.
e.
Ketentuan mengenai susunan dan komposisi pengurus diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
14
1. Pengurus
Nahdlatul Ulama disemua tingkatan dipilih dan ditetapkan dalam permusyawaratan
sesuai tingkatannya.
2.
Ketentuan pemilihan dan penetapan pengurus Nahdlatul
Ulama tersebut diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
15
Apabila
terjadi lowongan jabatan antar waktu dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama, maka
ketentuan pengisiannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB
VIII
PERMUSYAWARATAN
Pasal
16
Permusyawaratan
dilingkungan Nahdlatul Ulama meliputi:
a. Permusyawaratan
tibgkat Nasional.
b. Permusyawaratan
tibgkat Daerah.
c. Permusyawaratan
bagi perangkat organisasi Nahdlatul Ulama.
Pasal
17
1.
Permusyawaratan tingkat Nasional dilingkungan Nahdlatul
Ulama adalah:
a. Muktamar.
b. Konprensi Besar.
c. Muktamar Luar
Biasa
d. Musyawarah
Nasional Alim Ulama.
2.
Ketentuan permusyawaratan nasional sebagaimana disebut
dalam huruf: a,b,c,d diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
18
1.
Permusyawaratan untuk kepengurusan tingkat daerah
meliputi:
a.
Konprensi Wilayah.
b.
Musyawarah Kerja Wilayah.
c.
Konprensi Cabang.
d.
Rapat Kerja Cabang.
e.
Konprensi Mejlis Wakil Cabang.
f.
Musyawarah Kerja Mejlis Wakil Cabang.
g.
Rapat Anggota.
2. Permusyawaratan
tingkat daerah, sebagaimana disebut dalam ayat 1 diatas diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal
19
Permusyawaratan
untuk lingkungan Lembaga dan Badan Otonom diatur dalam ketentuan intern Lembaga
dan Badan Otonom yang bersangkutan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Permusyawaratan
tertinggi Badan Otonom diselenggarakan segera sesudah Muktamar Nahdlatul Ulama
berlangsung, dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah Muktamar berakhir.
b. Permusyawaratan
tertinggi Badan Otonom merujuk kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,
dan program-program Nahdlatul Ulama.
c. Segala hasil
permusyawaratan Lembada, Lajnah dan/atau Badan Otonom dinyatakan tidak sah dan
tidak berlaku jika bertentangan dengan keputusan Muktamar, Musyawarah Nasional
Alim Ulama, dan Konprensi Besar.
BAB
IX
KEUANGAN
DAN KEKAYAAN
Pasal
20
1.
Keuangan Nahdlatul Ulama digali dari sumber-sumber dana
di lingkungan nahdlatul Ulama, Umat Islam, maupun sumber-sumber lain yang halal
dan tidak mengikat;
2.
Sumberdana di lingkungan Nahdlatul Ulama diperoleh dari:
a.
Uang Pangkal.
b.
Uang I’anah syahriyah.
c.
Uang I’anah Sanawiyah.
d.
Sumbangan dari Warga Nahdlatul Ulama.
e.
Usaha-usaha lain yang halal.
3.
Pemamfaatan uang pangkal, I’anah syahriyah, I’anah sanawiyah,
diatur dalam Anggaran Rumah tangga.
Pasal
21
1. Kekayaan
Nahdlatul Ulama dan perangkatnya berupa dana, inventaris kantor, gedung, tanah
dan lain-lain, benda bergerak maupun tidak, harus dicatatkan sebagai kekayaan
organisasi.
2.
Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mewkili
Nahdlatul Ulama di dalam maupun di luar pengadilan tentang segala hal dan
segala kejadian, baik mengenai kepengurusan maupun tindakan kepemilikan, dengan
tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan Muktamar.
3.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat melimpahkan
pemilikan atau penguasaan dan/atau pengurusan kekayaan kepada pengurus tingkat
dibawahnya yang ketentuannya diatur dalam peraturan organisasi.
BAB X
PERUBAHAN
Pasal
22
1.
Anggaran Dasar ini hanya diubah oleh keputusan Muktamar
yang sah yang dihadiri sedikitnya dua pertiga dari jumlah Wilayah dan Cabang
yang sah dan sedikitnya disetujui oleh dua pertiga dari jumlah suara yang sah.
2.
Dalah hal Muktamar yang dimaksud ayat (1) ini tidak dapat
diadakan karena tidak tercapai quorum maka ditunda selambat-lambatnya satu
bulan dan selanjutnya dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang sama Muktamar
dapat dimulai dan dapat mengambil keputusan yang sah.
BAB
XI
PEMBUBARAN
ORGANISASI
Pasal
23
1. Apabila Nahdlatul
Ulama dibubarkan maka segala kekayaannya diserahkan kepada organisasi atau
badan amal yang sefaham.
2.
Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 (satu) di atas berlaku
pula untuk pembubaran Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom.
BAB
XII
P E N U T U
P
Pasal
24
Muqadimah
Qanun Asasy oleh Rois Akbar Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari dan Nashkah
Khittah Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar.
Pasal 25
Segala
sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini, akan diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal
26
Anggaran
Dasar ini mulai berlaku sejak sesaat disahkan.
Ditetapkan
di : Kediri
Tanggal :
18 Sya’ban 1420 H/26 Nopember 1999 M
MUKTAMAR
XXX NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN
SIDANG PLENO XI
Prof.Dr.Sayyid Aqiel Al Munawwar (Katib)
HM.Rozi Munir,SE,MSc. (Ketua)
H.Ahmad Bagja. (Sekretaris)
Tim Perumus:
KH.Drs.A.Hafid Usman (PBNU), Ketua merangkap Anggota
H.Abdul Hadi (Kal-Sel) Wakil Ketua merangkap Anggota.
Drs.H.Sarbini Mahya (Irja) Sekretaris merangkap Anggora.
Prof.Dr.A.Rifai Siregar (Sumut) Anggota.
KH.Abdul Mujib Imrion (Jatim) Anggota.
DR.KH.Sahabudin (SulSel) Anggota
Drs.Marinah Hadi (NTB) Anggota
Ratu Dian Hatifah, S.Ag (PP-IPPNU), Anggota
Drs.Hasim Umasuqi (Maluku) Anggota.
ANGGARAN RUMAH TANGGA
NAHDLATUL ULAMA
BAB
I
KEANGGOTAAN
Pasal
1
Keanggotaan
Nahdlatul Ulama terdiri atas:
1. Anggota biasa,
selanjutnya disebut anggota, ialah setiap warga negara Indonesia yang beragama
Islam, menganut salah satu mazdhab empat, sudah aqil baligh, menyetujui aqidah,
asas, tujuan dan usaha-usaha serta sanggup melaksanakan semua keputusan
Nahdlatul Ulama.
2. Anggota luar
biasa adalah setiap orang yang beragama Islam,sudah aqil baligh, menyetujui
aqidah, asas, tujuan, dan usaha-usana Nahdlatul Ulama, namun yang bersangkutan
berdomisili secara tetap diluar wilayah Negara Republik Indonesia;
3. Anggota
kehormatan, ialah setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa
yang dianggap telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama, dan ditetapkan dalam
keputusan Pengurus Besar.
BAB
II
TATACARA
PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN
KEANGGOTAAN
Pasal
2
1. Anggota biasa
pada dasarnya diterima melalui ranting ditempat tinggalnya;
2. Dalam keadaan
khusus, pengelolaan administrasi anggota
tidaak melalui pengurus Ranting diserahkan kepada pengurus ranting
ditempat tinggalnya atau ranting terdekat jika diterpat tinggalnya belum ada
Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
3. Anggota luar
biasa diterima melalui Pengurus Cabang, dengan persetujuan Pengurus Besar.
Pasal
3
1.
Penerimaan anggota biasa, maupun anggota luar biasa
menganut cara aktif dan diatur dengan cara:
a. Mengajukan
permintaan menjadi anggota disertai penyertaan setuju pada aqidah, asas, tujuan
dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama secara tertulis atau lisan dan membayar uamh
pangkal sebesar Rp.500 Lima ratus rupiah);
b. Jika permintaan
itu diluluskan, maka yang bersangkutan menjadi calon anggota selama 6 (enam)
bulan, dengan hak menghadiri kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama yang
dilaksanakan secara terbuka.
c.
Apabila selama menjadi calon anggotayang bersangkutan
menunjukan hal-hal yang positif maka ia diterima menjadi anggota penuh dan
kepadanya diberikan kartu anggota;
d.
Permintaan menjadi anggota dapat ditolak apabila terdapat
alas an yang kuat, bail syar’I maupun organisasi.
2.
Anggota keluarga dari anggota biasa Nahdlatul Ulama
diakui sebagai anggota keluarga besar Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Pasal
4
1.
Anggota kehormatan dapat diusahakan oleh Pengurus Cabang
atau Pengurus Wilayah dengan mempertimbangkan kesediaan yang bersangkutan.
2.
Setelah memperoleh persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama, kepadanya diberikan surat
pengesahan.
Pasal 5
1. Seorang
dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri,
dipecat atau tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan Nahdlatul Ulama;
2. Seseorang
berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri yang diajukan
kepada pengurus ranting secara tertulis, atau jika dinyatakan secara lisan
perlu disaksikan oleh sedikitnya 2 (dua) orang anggota Pengurus Ranting;
3. Seseorang dipecat
dari keanggotaan Nahdlatul Ulama, karena dengan sengaja tidak memenuhi
kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan
menodai nama Nahdlatul Ulama, baik ditinjau dari syar’I kemaslahatan umum
maupun organisasi, dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pada dasarnya
pemecatab dilakukan berdasarkan keputusan rapat Pengurus Cabang Pleno setelah
menerima usulan dari Pengurus Ranting
berdasarkan rapat Pengurus Ranting Pleno.
b. Sebelum dipecat
anggota yang bersangkutan diberi peringatan oleh Pengurus Ranting.
c. Jika setelah 15 (lima belas) hari
peringatan itu tidak diperhatikan, maka Pengurus Cabang dapat memberhentikan
sementara selama tiga bulan.
d. Anggota yng
diberhentikan sementara atau dipecat dapat membela diri dalam suatu Konperensi
Cabang atau naik banding ke Pengurus Wlayah. Pengurus Wilayah dapat mengambil
keputusan atas permintaan itu;
e. Surat pemberhentian atau pemecatan sebagai
anggota dikeluarkan oleh Pengurus Cabang bersangkutan atas keputusan Rapat
Pengurus Cabang..
f. Jika selama
pemberhentian sementara yang bersangkutan tidak ruju ilal- haq, maka
keanggotaannya gugur dengan sendirinya;
g. Pengurus Besar
mempunyai wewenang memecat seorang anggota secara langsung. Surat keputusan pemecatan itu dikirim kepada
Cabang dan anggota yang bersangkutan.
h. Pemecatan kepada
seorang anggota yang dilakukan langsung oleh Pengurus Besar merupakan hasil
Rapat Pengurus Besar Pleno.
i. Anggota yang
dipecat langsung oleh Pengurus Besar dapat membela diri dalam Konprensi Besar
atau Muktamar.
4.
Pertimbangan dan tatacara tersebut ayat (3) juga berlaku
terhadap anggota luar biasa dan anggota kehormatan, dengan sebutan pencabutan
keanggotaan.
BAB III
KEWAJIBAN
DAN HAK ANGGOTA
Pasal 6
Anggota
Nahdlatul Ulama berkewajiban:
1. Setia, Tunduk dan
Taat kepada Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
2. Bersungguh-sungguh
mendukung dan membantu segala langkah Nahdlatul Ulama, serta bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya;
3. Membayar I’anah
Syahriah (iuran Bulanan) atau I’anah Sanawiyah (iuran Tahunan) yang jumlahnya
ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
4. Memupuk dan
memelihara ukhuah Islamiyah serta persatuan Nasional.
Pasal 7
1.
Anggota biasa berhak:
a. Menghadiri Rapat
Anggota Ranting, mengemukakan pendapat
dan memberikan suara.
b. Memilih dan
dipilih menjadi pengurus atau jabatan lain yang ditetapkan baginya;
c.
Mengghadiri ceramah, kursus, latihan, pengajian dan
lain-lain mejlis yang diadakan oleh
Nahdlatul Ulama.
d.
Memberikan peringatan dan koreksi kepada pengurus dengan
cara dan tujuan yang baik.
e.
Mendapatkan pembelaan dan pelayanan.
f.
Mengadakan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama
terhadap dirinya.
g.
Mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan Nahdlatul
Ulama.
2.
Anggota luar biasa berhak;
a.
Menghadiri ceramah, kursus, latihan, pengajian dan
lain-lain mejlis yang diadakan oleh Nahdlatul Ulama.
b.
Memberikan peringatan dan koreksi kepada pengurus dengan
cara dan tujuan yang baik.
c.
Mendapatkan pelayanan informasi tentang program dan
kegiatan Nahdlatul Ulama;
d.
Mengadakan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama
terhadap dirinya.
3.
Anggota kehormatan berhak menghadiri kegiatan-kegiatan
Nahdlatul Ulama atas undangan pengurus dan dapat memberikan
saran-saran/pendapatnya, namun tak memiliki hak suara maupun hak memilih dan
dipilih.
4. Anggota biasa dan
luar biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota
organisasi social kemasyarakatan lain yang mempunyai aqidah, asas dan atau
tujuan yang berbeda atau merugikan Nahdlatul Ulama.
BAB IV
TINGKAT
KEPENGURUSAN
Pasal 8
Tingkat
kepengurusan dalam Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Pengurus Besar
(PB) untuk tingkat Pusat;
b. Pengurus Wilayah
(PW) untuk tingkat Propinsi;
c. Pengurus Cabang
(PC) untuk tingkat Kabupaten/Kota Administratif.
d. Pengurus Mejlis
Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat Kecamatan;
e. Pengurus Ranting
(PR) untuk tingkat Desa/Kelurahan.
Pasal 9
1.
Pengurus Besar adalah kepengurusan organisasi di tingkat
pusat dan berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia .
2.
Pengurus Besar
sebagai tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama merupakan penanggung
jawab kebijaksanaan dalam pengendalian organisasi dan pelaksana
keputusan-keputusan Muktamar.
Pasal 10.
1. Pengurus Wilayah
adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di Propinsi (daerah
tingkat I ) atau daerah yang disamakan dengan itu. Pengurus Wilayah
berkedudukan di Ibukota Propinsi (daerah tingkat I ) atau yang disamakan dengan
itu.
2.
Pengurus Wilayah dapat dibentuk jika terdapat
sekurang-kurangnya 5 (lima )
Cabang;
3.
Permintaan untuk membentuk Pengurus Wilayah disampaikan
kepada Pengurus Besar dengan disertai keterangan tentang daerah yang
bersangkutan dan jumlah Cabang yang ada didaerah itu dengan melalui masa
percobaan selama tiga bulan . Ketentuan mengenai keterangan data Wilayah
tersebut ditentukan oleh Pengurus Besar.
4.
Pengurus Wilayah berfungsi sebagai koordinator
Cabang-cabang di daerahnya dan sebagai pelaksana Pengurus Besar untuk daerah
yang bersangkutan.
Pasal 11
1. Pengurus Cabang
adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatil Ulama di Kabupaten/Kota
administrative.
2. Dalam hal-hal
yang menyimpang dari ketentuan di atas disebabkan oleh besarnya penduduk,
lusnya daerah dan sulinya komunikasi, pembentukan Cabang diatur oleh
kebijaksaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
3. Pengurus Cabang
dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) Mejlis Wakil Cabang;
4. Permintaan untuk
membentuk Pengurus Cabang disampaikan kepada Pengurus Besar dalam bentuk suatu
permohonan yang dikuatkan oleh Pengurus Wilayah yang bersangkutan, dengan masa
percobaan selama 3 (tiga) bulan;
5. Pengurus Cabang
memimpin dan mengkoordinir MWC dan Ranting di daerah kewenangannya,
melaksanakan kebijaksanaan Pengurus Wilayah
dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk daerahnya.
Pasal 12
1. Pengurus Mejlis
Wakil Cabang adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatil Ulama di
Kecamatan atau daerah yang disamakan dengan itu.
2. Pengurus MWC
dapat dibentuk jika terdapat
sekurang-kurangnya 4 (rmpat) Ranting di
Kecamatan atau yang disamakan dengan itu;
3. Permintaan untuk
membentuk MWC disampaikan kepada Pengurus Wilayah dengan diajukan rekomendasi
Pengurus Cabang dan dapat disahkan oleh Pengurus Wilayah setelah melalui masa
percobaan 3 (tiga) bulan.
Pasal 13.
1.
Pengurus Ranting adalah tingkat kepengurusan organisasi
Nahdlatil Ulama di desa/kelurahan atau yang disamakan dengan itu.
2.
Pengurus Ranting dapat dibentuk jika di suatu
desa/kelurahan, atau daerah yang disamakan dengan itu, terdapat
sekurang-kuranya 15 (lima
belas) orang anggota;
3.
Dalam suatu desa/kelurahan atau daerah yang disamakan
dengan itu, dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) Ranting jika keadaan daerah dan
penduduknya memerlukan.
4.
Permintaan pembentukan Ranting disampaikan kepada
Pengurus Cabang dengan diajukan dan direkomondasi oleh MWC dan dapat disahkan
oleh Pengurus Cabang, setelah melalui maa percobaan selama 3 (tiga) bulan.
5.
Untuk efektifitas organisasi dan pengembangan anggota,
jika dianggap perlu dapat dibentuk kelompok Anak Ranting (KAR) setiap Kar
sedikitnya terdiri dari 10 orang anggota, dipimpin oleh seorang Ketua KAR.
Dalam KAR tidak terdapat struktue kepengurusan.
BAB V
PERANGKAT
ORGANISASI
Pasal 14
Perangkat
Organisasi Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Lembaga
b. Lajnah
c. Badan Otonom
Pasal 15
1.
Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi
Nahdlatil Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatil Ulama,
khususnya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
2.
Lembaga yang ada ditingkat Pengurus Besar pada saat
Anggaran Rumah tangga ini ditetapkan adalah;
a.
Lembaga Dakwah Nahdlatil Ulama disingkat LDNU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang penyiaran Agama Islam
Ahlussunah Wal Jama’ah;
b.
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatil Ulama disingkat LP
Ma’arif NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang pendidikan
dan pengajaran, baik formal maupun non-pormal, selain pondok pesantren.
c.
Lembaga Sosial Mabarrot Nahdlatil Ulama disingkat LS
Mabarrot NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang social
dan kemasyarakatan.
d.
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang pengembangan Ekonomi
warga Nahdlatil Ulama.
e.
Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatil Ulama disingkat
LP2NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang pengembangan
pertanian dalam arti luas termasuk ekplorasi kelaulan;
f.
Rabithah Ma’ahid al-Islamiyah disingkat RMI, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulamadi bidang pengembangan pondok pesantren.
g.
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatil Ulama disingkat
LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang kemaslahatan
keluarga, kependudukan dan lingkungan hidup;
h.
Haihah Ta’miril Masajid Indonesia disingkat HTMI, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang pengembangan dan pemakmuran
mesjid;
i.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia
disingkat LAKPESDAM, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang
pengkajian sumberdaya manusia.
j.
Lembaga Seni Budaya Nahdlatil Ulama disingkat LSBNU,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang pengembangan seni dan
budaya termasuk seni hadrah;
k.
Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja disingkat LPTK NU,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang pengembangan tenaga
kerja;
l.
Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum, disingkat LPBH NU,
bertugas melaksanakan penyuluhan dan memberikan bantuan hokum;
m. Lembaga Pencak
Silat disingkat LPS PAGAR NUSA yang
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang pengembanga
seni bela diri pencak silat;
n.
Jam’iyyatul Qurra wal Huffadz bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatil Ulama dibidang pengembangan seni baca, methoda dan
pengajaran dan hafalan Al-Qur’an.
3.
Pembentukan dan penghapusan Lembaga ditetapkan oleh
permusyawarat tertinggi pada masing-masing tingkat Kepengurusan Nahdlatil
Ulama.
4.
Pembentukan Lembaga di tingkat Wilayah, Cabang, Mejlis
Wakil Cabang, dan Rating disesuaikan dengan kebutuhan.
Pasal 16
1.
Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk
melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang membutuhkan penanganan khusus;
2.
Lajnah yang ada ditingkat Pengurus Besar pada saat
Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan adalah:
a. Lajnah Falakiyah,
bertugas mengurus masalah hisab dan ru’yah;
b. Lajnah Ta’lif Wan
Nasyr, bertugas dibidang penterjemahan, penyusunan dan penyebaran kitab-kitab
menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah;
c. Lajnah Auqof
Nahdlatul Ulama bertugas menghimpun, mengurus dan mengelola tanah serta
bangunan, yang diwakafkan kepada Nahdlatul Ulama;
d. Lajnag Zakat,
Infaq dan shadaqah, bertugas menghimpun, mengelola dan mentasyarufjan zakat,
infaq dan shadaqah;
e. Lajnah Batsul
Masail Diniyah, bertugas menghimpun, membahas dan memecahkan masalah-masalah
yang maudlu’iyyah dan waqi’iyyah yang segera mendapat kepastian hokum;
3. Pembentukan dan
penghapusan Lajnah ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi pada masing-masing
tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
4.
Pembentukan Lajnah Wilayah dan Cabang dilakukan sesuai
dengan kebutuhan penanganan program khusus dan tenaga yang tersedia.
Pasal 17
1.
Badan Otonomi adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama
yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang
berkaitan dengan klompok masyarakat tertentu yang beranggotakan perseorangan;
2.
Kepengurusan Badan Otonom diatur menurut Peraturan Dasar
dan Peraturan Rumah Tangga masing-masing;
3.
Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan Aqidah, asas dan
tujuannya dengan Nahdlatul Ulama
4.
Keputusan Kongres atau Konprensi Badan Otonom dilaporkan
kepada Pengurus Nahdlatul Ulama;
5.
Pengurus Nahdlatul Ulama berhak mengadakan perubahan jika
ada hal-hal yang bertentangan dengan garis kebijakan Nahdlatul Ulama;
6.
Badan Otonom yang ada pada saat Anggaran Rumah Tangga ini
ditetapkan adalah:
a.
Jam’iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah,
adalah Badan Otonom yang menghimpun
aliran pengikut thariqat yang mu’tabar dilingkungan Nahdlatul Ulama;
b.
Muslimat Nahdlatul Ulama; disingkat Muslimat NU adalah
Badan Otonom yang menghimpun anggota perempuan Nahdlatul Ulama;
c.
Fatayat Nahdlatul Ulama, disingkat Fatayat NU adalah
Badan Otonom yang menghimpun anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama;
d.
Gerakan Pemuda Ansor, disingkat GP-ANSOR adalah Badan
Otonom yang menghimpun anggota muda Nahdlatul Ulama;
e.
Ikatan Putra Nahdlatul Ulama, disingkat IPNU adalah Badan
Otonom yang menghimpun pelajar laki-laki dan Mahasiswa laki-laki;
f.
Ikatan Putri-putri Nahdlatul Ulama, disingkat IPPNU
adalah Badan Otonom yang menghimpun pelajar perempuan, santri perempuan, dan
mahasiswa perempuan;
g.
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama disingkat ISNU adalah
Badan Otonom yang menghimpun para sarjana dan kaum intelektual dikalangan
Nahdlatul Ulama.
Pasal 18
Pengurus
Nahdlatul Ulama berkewajiban membina dan mengayomi seluruh Lembaga, Lajnah dan
Badan Otonom pada tingkatannya masing-masing.
BAB VI
SUSUNAN
PENGURUS BESAR
Pasal 19
1.
Mustasyar Pengurus Besar terdiri atas sebanyak-banyaknya
9 (sembilan) orang.
2.
Pengurus Besar Harian Syuriyah terdiri atas Rais’Aam,
Wakil Rais’Aam dan beberapa Katib;
3.
Jumlah Rais dan Wakil Katib disesuaikan dengan kebutuhan
tugas dan tenaga yang tersedia;
4.
Pengurus Besar Lengkap Syuriyah, terdiri atas Pengurus
Besar Harian Syuriyah dan beberapa A’wan.
Pasal 20
1.
Pengurus Besar Harian Tanfidziyah terdiri atas ketua
Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Jendral, beberapa Wakil sekretaris Jendral,
bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2.
Jumlah Ketua, Wakil Sekretaris Jendral dan Wakil
Bendahara disesuaikan dengan kebutuhan tugas da tenaga yang tersedia.
3.
Pengurus Besar Kengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus
Besar Harian Tanfidziyah ditambah dengan Ketua-ketua Lembaga dan Ketua-ketua
Lajnah Pusat.
Pasal 21
Pengurus
Besar Pleno terdiri atas Mustasyar, Pengurus Besar Lengkap Syuriyah,
Pengurus Besar Lebgkap Tanfidziyah,
ditambah Ketua-ketua Umum Badan Otonom tingkat Pusat.
BAB VII
SUSUNAN
PENGURUS WILAYAH
Pasal 22
1.
Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri atas
sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang;
2.
Pengurus Wilayah Harian Syuriyah terdiri atas Rais,
beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa
Wakil Katib;
3.
Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah, terdiri atas Pengurus
Wilayah Harian Syuriyah ditambah beberapa A’wan.
Pasal 23
1. Pengurus wilayah
Harian Tanfidziyah terdiri atas Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris ,
beberapa Wakil sekretaris, Bendahara dan
Wakil Bendahara.
2. Pengurus Wilayah
lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah ditambah
Ketua-ketua Lembaga dan Ketua-ketua Lajnah Wilayah.
Pasal 24
Pengurus
Wilayah Pleno terdiri atas Mustasyar Wilayah, Pengurus Wilayah Lengkap
Syuriyah, Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah dan Ketua-ketua Badan Otonom tingkat
Wilayah.
BAB VIII
SUSUNAN
PENGURUS CABANG
Pasal 25
1.
Mustasyar Pengurus Cabang
terdiri atas sebanyak-banyaknya 5 (lima )
orang;
2.
Pengurus Cabang
Harian Syuriyah terdiri atas Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib;
3.
Pengurus Cabang
Lengkap Syuriyah, terdiri atas Pengurus Cabang Harian Syuriyah ditambah beberapa A’wan.
Pasal 26
1. Pengurus Cabang
Harian Tanfidziyah terdiri atas Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris ,
beberapa Wakil sekretaris, Bendahara dan
Wakil Bendahara.
2. Pengurus Cabang
lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah ditambah
Ketua-ketua Lembaga dan Ketua-ketua Lajnah Cabang..
Pasal 27
Pengurus
Cabang Pleno terdiri atas Mustasyar Cabang, Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah,
Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah dan Ketua-ketua Badan Otonom tingkat
ditingkatnya..
BAB IX
SUSUNAN
PENGURUS MEJLIS WAKIL CABANG
Pasal 28
1. Mustasyar
Pengurus Mejlis Wakil Cabang terdiri
atas sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.
2. Pengurus Mejlis
Wakil Cabang Harian Syuriyah terdiri
atas Rais, beberapa Wakil Rais, Katib
dan beberapa Wakil Katib;
3. Pengurus Mejlis
Wakil Cabang Lengkap Syuriyah, terdiri
atas Pengurus Mejlis Wakil Cabang Harian
Syuriyah ditambah beberapa A’wan.
Pasal 29
1.
Pengurus Mejlis Wakil Cabang Harian Tanfidziyah terdiri
atas Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris , beberapa Wakil sekretaris,
Bendahara dan Wakil Bendahara.
2.
Pengurus Mejlis Wakil Cabang lengkap Tanfidziyah terdiri
atas Pengurus Mejlis Wakil Cabang Harian Tanfidziyah ditambah Ketua-ketua Lembaga
dan Ketua-ketua Lajnah ditingkatnya.
Pasal 30
Pengurus
Mejlis Wakil Cabang Pleno terdiri atas Mustasyar , Pengurus Mejlis Wakil Cabang Lengkap Syuriyah, Pengurus Mejlis
Wakil Cabang Lengkap Tanfidziyah dan Ketua-ketua Badan Otonom tingkat ditingkatnya..
BAB X
SUSUNAN
PENGURUS RANTING
Pasal 31
1. Pengurus
Ranting Harian Syuriyah terdiri atas
Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
Wakil Katib;
2. Pengurus
Ranting Lengkap Syuriyah, terdiri atas
Pengurus Ranting Harian Syuriyah dan
A’wan.
Pasal 32
1.
Pengurus Ranting Tanfidziyah terdiri atas Ketua, beberapa
Wakil Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
2.
Pengurus Ranting lengkap Tanfidziyah terdiri atas
Pengurus Harian Tanfidziyah ditambah
beberapa pembantu,Ketua-ketua Lembaga dan Ketua-ketua Lajnah ditingkatnya.
Pasal 33
Pengurus
Ranting Pleno terdiri atas Pengurus Ranting Lengkap Syuriyah, Pengurus Ranting Lengkap
Tanfidziyah ditambah beberapa pembantu, Ketua-ketua Lembaga dan
Kedtua-ketua Badan Otonom tingkat
ditingkatnya..
BAB XI
SYARAT
MENJADI PENGURUS
Pasal 34
1.
Untuk menjadi Pengurus Ranting atau Mejlis Wakil Cabang,
seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan
Otonomnya sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
2.
Untuk menjadi Pengurus Cabang, seorang calon harus sudah
aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya
selama 2 (dua) tahun;
3.
Untuk menjadi Pengurus Wilayah, seorang calon harus sudah
aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya
selama 3 (tiga) tahun;
4.
Untuk menjadi Pengurus Besar, seorang calon harus sudah
aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya
selama 4 (empat) tahun;
5.
Keanggotaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah yang
dimaksud dalam BAB V Pasal 8 Anggaran Dasar dan BAB I Pasal 1 Anggaran Rumah
Tangga.
6.
Anggota Luarbiasa dan Anggota Kehormatan tidak
diperkenankan menjadi pengurus.
BAB XII
PEMILIHAN
DAN PENETAPAN PENGURUS
Pasal 35
Pemilihan
dan Penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
a. Rais’Aam, Wakil
Rais’Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar dipilih oleh Muktamar;
b. Rais’Aam dan
Wakil Rais’Aam dipilih secara langsung
c. Ketua Umum
dipilih langsung dengan terlebih dahulu calon yang diajukan untuk menjadi Ketua
Umum mendapat persetujuan dari Rais’Aam dan Wakil Rais’Aam terpilih.
d. Rais’Aam, Wakil
Rais’Aam dan Ketua Umum terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Besar,
Mustasyar, Harian Syuriyah dan harian Tanfidziyah, dengan dibantu oleh beberapa
anggota mede Formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Muktamar;
e. Pengisian
jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan Pengurus Besar Lengkap ditetapkan
oleh Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal 36
Pemilihan
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama:
a.
Rais dan Ketua dipilih oleh Konprensi Wilayah.
b.
Rais dipilih secara langsung
c.
Ketua dipilih langsung dengan terlebih dahulu calon yang
akan diajukan untuk menjadi Ketua mendapat persetujuan dari Rais terpilih;
d.
Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan
Pengurus Wilayah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede Formatur yang
dipilih dari dan oleh peserta Konprensi Wilayah.
e.
Pengisian jabatan-jabatan lainuntuk melengkapi susunan
Pengurus Wilayah lengkap ditetapkan oleh Pengurus Wilayah Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah.
Pasal 37
Pemilihan
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama:
a.
Rais dan Ketua dipilih oleh Konprensi Cabang .
b.
Rais dipilih secara langsung
c.
Ketua dipilih langsung dengan terlebih dahulu calon yang
akan diajukan untuk menjadi Ketua mendapat persetujuan dari Rais terpilih;
d.
Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan
Pengurus Cabang dengan dibantu oleh
beberapa anggota mede Formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konprensi
Cabang.
e.
Pengisian jabatan-jabatan lainuntuk melengkapi susunan
Pengurus Cabang lengkap ditetapkan oleh
Pengurus Cabang Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah.
Pasal 38
Pemilihan
Pengurus Mejlis Wakil Cabang Nahdlatul
Ulama:
a. Rais dan Ketua
dipilih oleh Konprensi Mejlis Wakil Cabang .
b. Rais dipilih
secara langsung
c. Ketua dipilih
langsung dengan terlebih dahulu calon yang akan diajukan untuk menjadi Ketua
mendapat persetujuan dari Rais terpilih;
d. Rais dan Ketua
terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Mejlis Wakil Cabang dengan dibantu oleh beberapa anggota mede
Formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konprensi Mejlis Wakil Cabang.
e. Pengisian
jabatan-jabatan lainuntuk melengkapi susunan Pengurus Mejlis Wakil Cabang lengkap ditetapkan oleh Pengurus Mejlis Wakil
Cabang Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal 39
Pemilihan
Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama:
a.
Rais dan Ketua dipilih oleh Konprensi Cabang .
b.
Rais dipilih secara langsung
c.
Ketua dipilih langsung dengan terlebih dahulu calon yang
akan diajukan untuk menjadi Ketua mendapat persetujuan dari Rais terpilih;
d.
Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan
Pengurus, dengan dibantu oleh beberapa anggota mede Formatur yang dipilih dari
dan oleh peserta Rapat Anggota
e.
Pengisian jabatan-jabatan lainuntuk melengkapi susunan
Pengurus Ranting lengkap ditetapkan oleh
Pengurus Ranting Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah.
BAB XIII
PENGISIAN
JABATAN ANTAR WAKTU
Pasal 40
1.
Apabila terjadi lowongan jabatan Rais’Aam maka Wakil
Rais’Aam menjadi Rais’Aam;
2.
Apabila terjadi lowongan jabatan Wakil Rais’Aam maka
Wakil Rais’Aam diisi oleh salah seorang Rais yang ditetapkan dalam Rapat Pleno
PBNU sebagai pejabat Wakil Rais Aam;
3.
Apabila terjadi lowongan jabatan Ketua Umum maka jabatan
Ketua Umum diisi oleh salah seorang Ketua yang ditetapkan dam rapat pleno PBNU
sebagai pejabat Ketua Umum;
4.
Apabila terjadi lowongan jabatan antar waktu selain ayat
(1), (2) dan (3) maka lowongan jabatan tersebut diisi langsung oleh pejabat
dibawahnya yang ditetapkan dalam rapat pleno PBNU;
5.
Apabila pengurus yang berada dibawah urutan langsung
tidak ada, maka lowongan jabatan tersebut diisi oleh pejabat sementara yang
ditetapkan dalam rapat pleno PBNU sampai diselenggarakannya Muktamar;
6.
Pengisian lowongan antar waktu Pengurus Wilayah, Pengurus
Cabang, Mejlis Wakil Cabang dan Ranting menyesuaikan dengan ketentuan ayat (1)
s/d (5) diatas.
BAB XIV
MASA
JABATAN
Pasal 41
1.
Masa jabatan dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama mengikuti
ketentuan pasal 12 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama dan dapat dipilih kembali;
2.
Masa jabatan Badan Otonom sesuai ketentuan Badan Otonom
yamg bersangkutan.
BAB XV
PERANGKAPAN
JABATAN
Pasal 42
1.
Jabatan Pengurus Harian Nahdlatul Ulama. Lembaga, Lajnah
dan Badan Otonom, tidak dapat dirangkap dengan jabatan pada tingkat
kepengurusan yang lain, baik dalam Jam’iyah Nahdlatul Ulama maupun dalam Badan
Otonom;
2.
Jabatan Pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga, Lajnah
dan Badan Otonom pada semua tingkatan kepengurusan tidak dapat dirangkap dengan
jabatan Pengurus Harian Organisasi Sosial Politik dan organisasi yang
berapiliasi kepadanya;
3.
Rincian aturan pelarangan rangkap jabatan tersebut ayat
(1) dan (2) ditetapkan oleh Pengurus Besar, dengan mempertimbangkan efesiensi
dan efektifitas pelaksanaan tugas serta tenaga yang tersedia.
BAB XVI
PENGESAHAN
DAN PEMBEKUAN PENGURUS
Pasal 43
1.
Susunan dan personalia Pengurus Wilayah dan Pengurus
Cabang memerlukan pengesahan Pengurus Besar;
2.
Dalam pengesahan susunan dan personalian Pengurus Cabang
diperlukan Rekomendasi dari Pengurus Wilayah;
3.
Susunan dan personalian Pengurus Mejlis Wakil Cabang
memerlukan pengesahan Pengurus Wilayah dengan Rekomendasi dari Pengurus Cabang;
4.
Susunan dan personalian Pengurus Ranting memerlukan
pengesahan Pengurus Cabang dengan
Rekomendasi dari Pengurus Mejlis Wakil Cabang;
5.
Susunan dan personalian Pimpinan Lembaga dan Lajnah
tingkat pusat disahkan oleh Pengurus Besar.
6.
Susunan dan personalian Pimpinan Lembaga dan Lajnah
dibentuk dan disahkan oleh Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatannya
masing-masing dan dilaporkan kepada Pimpinan Pusat.
Pasal 44
1. Pengurus Besar
dapat membekukan pengurus tingkat dibawahnya melalui keputusan yang ditetapkan
sekurang-kurangnya oleh Rapat Pengurus Besar Pleno;
2. Alasan pembekuan
harus kuat, baik dilihat secara syar’I maupun secara organisatoris;
3. Sebelum
pembekuaan dilakukan, terlebih dahulu diberi peringatan untuk memperbaiki
pelanggarannya sekurang-kurannya 15 (lima
belas )hari;
4. Kepengurusan yang
dibekukan dipegang pengurus yang setingkat lebih tinggi, dengan tugas
mempersiapkan penyelenggaraan permusyawaratan yang akan memilih pengurus baru;
5. Selambat-lambatnya
3 (tiga) bulan setelah pembekuan harus sudah terselenggara permusyawaratan
untuk memilih pengurus baru.
BAB XVII
TUGAS DAN
WEWENANG PENGURUS
Pasal 45
Mustasyar
bertugas menyelenggarakan pertemuan, setiap kali dianggap perlu, untuk secara
kolektif memberikan nasehat kepada Pengurus Nahdlatul Ulama menurut
tingkatannya, dalam rangka menjaga kemurnian khittah Nahdiyyah dan ishlahu
dzatil bain (arbitrase).
Pasal 46
Pengurus
Syuriyah selaku pimpinan tertinggi yang berfungsi sebagai pembina, pengendali,
pengawas, dan penentu kebijaksanaan Nahdlatul Ulama mempunyai tugas:
a. Menentukan arah kebijakan,
dan mengawasi Badan Otonom, Lembaga dan Lajnah yang langsung berada dibawah
Syuriyah.
b. Memberikan
petunjuk, bimbingan, dan pembinaan dalam memahami, mengamalkan dan
mengembangkan ajaran Islam menurut faham Ahlussunah wal Jama’ah, baik dibidang
Aqidah, Syari’ah maupun akhlak/Tasawuf,
c. Mengendalikan,
mengawasi dan memberikan koreksi terhadap semua perangkat Nahdlatul Ulama
berjalan diatas ketentuan Jam’iyyah dan agama Islam.
d. Membimbing,
mengarahkan dan mengawasi Badan Otonom, Lembaga dan Lajnah yang langsung berada
dibawah Syuri;yah;
e. Jika keputusan
suatu perangkat organisasi Nahdlatul Ulama dinilai bertentangan dengan ajaran
Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah, maka pengurus Syuri’yah
berdasarkan keputusan rapat dapat membatalkan keputusan atau langkah perangkat
tersebut.
Pasal 47
1.
Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana tugas sehari-hari
mempunyai kewajiban memimpin jalannya organisasi sesuai dengan kebijaksanaan
yang telah ditetapkan oleh pengurus Syuriyah;
2.
Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana harian mempunyai
tugas:
a. Memimpin jalannya
organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
Pengurus Syuriyah;
b. Melaksanakan
program Jam’iyah Nahdlatul Ulama;
c. Membina dan
mengawasi kegiatan semua perangkat Jam’iyah yang berada di bawahnya;
3.
Dalam menggerakan dan mengelola program, Pengurus Besar
Tanfidziyah berwenang membentuk tim-tim kerja tetap atau sementara sesuai
kebutuhan.
4.
Ketua Umum Pengurus Besar, Ketua Pengurus Wilayah, Ketua
Pengurus Cabang, Ketua Pengurus Mejlis Wakil Cabang dan Ketua Pengurus Ranting
karena jabatannya dapat menghadiri rapat-rapat Pengurus Syuriyah sesuai dengan
tingkatanya masing-masing;
5.
Pembagian tugas diantara anggota Pengurus Tanfidziyah
diatur dalam peraturan Tata Kerja.
BAB XVIII
KEWAJIBAN
DAN HAK PENGURUS
Pasal 48
1.
Pengurus berkewajiban:
a. Menjaga dan
menjalankan amat organisasi.
b. Mematuhi
ketentuan-ketentuan organisasi dan tugas-tugas yang diamanatkan kepadanya.
2.
Pengurus berhak:
a.
Membuat kebijaksanaan, keputusan dan peraturan organisasi
sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
atau Keputusan Pengurus Nahdlatul Ulama yang lebih tinggi;
b.
Memberikan saran atau koreksi kepada pengurus setingkat
lebih tinggi dengan cara dan tujuan yang baik.
Pasal 49
Untuk
mengembangkan kelembagaan, dan sumberdaya Jam’iyyah Nahdiatul Ulama, Pengurus
Besar berhak melakukan peringatan pengurus tingkat dibawahnya.
BAB XIX
PERMUSYAWARATAN
TINGKAT NASIONAL
Pasal 50
1.
Muktamar adalah intansi permusyawaratan tertinggi di
dalam Nahdlatul Ulama, diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,
sekali dalam 5 (lima )
tahun;
2.
Muktamat dipimpin oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
3.
Muktamar dihadiri oleh:
a. Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama.
b. Pengurus Wilayah
c. Pengurus Cabang
4.
Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh dua pertiga
jumlah Wilayah dan Cabang yang sah.
5.
Untuk kelancaran penyelenggaraan Muktamar, Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama dapat membentuk Panitia Penyelenggara yang bertanggung jawab
pada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
6.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama membuat Rancangan
Peraturan Tata-tertib Muktamar yang mencakup susunan dan tata-cara pemilihan
pengurus baru.
7.
Muktamar Luar Biasa sebagaimana dimaksud dalam Anggaran
Dasar Bab VIII Pasal 17 huruf c, dapat diselenggarakan atas permintaan Pengurus
Besar Syuriyah dengan ketentuan:
a.
Diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalah
kepentingan umum secara Nasional atau mengenai keberadaan Jam’iyah Nahdlatul
Ulama;
b.
Menyelesaikan masalah-masalah dimaksud (huruf a) tak
dapat diselesaikan dalam permusyawaratan lain;
c.
Permintaan Pengurus Besar Syuriyah didasarkan pada
keputusan rapat Pengurus Besar Lengkap atau atas rekomendasi musyawarah
Nasional Alim-Ulama.
Pasal 51
1.
Musyawarah Nasional Alim Ulama ialah musyawarah
Alim-Ulama yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Syuriyah,
sekurang-kurangnya satu kali dalam 1 (satu) priode kepengurusan untuk
membicarakan masalah keagamaan;
2.
Musyawarah Alim Ulama yang serupa dapat juga
diselenggarakan oleh Wilayah atau Cabang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalan
satu priede.
3.
Musyawarah tersebut mengundang tokohg-tokoh Alim Ulama
Ahlussunnah wal Jama’ah dari dalam maupun dari luar pengurus Nahdlatul Ulama,
terutama Ulama pengasuh pesantren, dan dapat pula mengundang para tenaga ahli
yang diperlukan.
4.
Musyawarah Alim-Ulama tidak dapat mengubah Anggaran
Dasarm Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Muktamar, dan tidak
mengadakan pemilihan pengurus baru.
Pasal 52
1. Konferensi Besar
merupakan Intansi permuyawarat tertinggi setelah Muktamar dan diadakan Pengurus
Besar.
2. Konfrensi Besar
dihadiri oleh anggota Pengurus Besar
Pleno dan utusan Pengurus Wilayah.
3. Konfrensi Besar
dapat pula diselenggarakan atas permintaan sekurang-kurangnya separuh dari
jumlah Wilayah yang sah.
4. Konferensi Besar
membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, mengkaji perkembangan
organisasi serta peranannya ditengah masyarakat.
5. Konferensi Besar
tidak Dapat mengubag Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan
Muktamar dan tidak memilih pengurus baru.
6. Konferensi Besar
adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separo jumlah peserta Konferensi
Besar. Dalam pengambilan keputusan setiap peserta mempunyai hak 1 (satu) suara.
7. Konferensi Besar
dipimpin oleh Pebgurus Besar. Susunan acara dan peraturan tata tertib
Konferensi Besar ditetapkan oleh Pengurus Besar.
BAB XX
PERMUSYAWARATAN
TINGKAT DAERAH
Pasal 53
1. Konferensi
Wilayah adalah Intansi permuyawarat tertinggi untuk tingkat Wilayah, dihadiri
oleh Pengurus Wilayah dan Utusan Pengurus Cabang yang ada di Daerahnya, terdiri
Syuriyah dan Tanfisdziayah.
2. Konferensi
Wilayah diselenggarakan sekali dalam 5 (lima
) tahun;
3. Konferensi
Wilayah diselenggarakan atas undangan Pengurus Wilayah atau atas permintaan
sekurang-kurangnya separuh jumlah Cabang yang ada didaerahnya;
4. Konferensi
Wilayah membicarakan pertanggung jawaban Pengurus Wilayah, menyusun rencana
kerja 5 (lima) tahun, memilih Pengurus Wilayah yang baru dan membahas
unsure-unsur keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya terutama yang terjadi di
daerah wilayah bersangkutan.
5. Pengurus Wilayah
membuat rancangan tata-tertib Konferensi termasuk di dalamnya tata-cara
pemilihan pengurus baru untuk disahkan oleh Konferensi.
6. Selain ketentuan
yang tercantum pada ayat (1) sampai (5) pasal ini, Pengurus Wilayah
sewaktu-waktu menganggap perlu dan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua)
tahun mengadakan Musyawarah Kerja untuk membicarakan pelaksanaan
keputusan-keputusan Konferensi Wilayah, mengkaji perkembangan organisasi, dan
peranannya ditengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
Dalam Musyawarah Kerjma tidak diadakan pemilihan pengurus baru; Konferensi
Wilayah adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separoh jumlah Cabang di
daerahnya. Dalam pengambilan keputusan Pengurus Wilayah sebagai satu kesatuan
dan tiap-tiap cabang yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.
Pasal 54
1.
Konferensi Cabang adalah Intansi permuyawarat tertinggi
pada tingkat Cabang, dihadiri oleh Utusan-utusa syuriyah dan Tanfidziah Mejlis
Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya dan diadakan sekurang-kurangnya sekali
dalam 5 (lima) tahun;
2.
Konferensi Cabang
diselenggarakan atas undangan Pengurus Cabang atau atas permintaan
sekurang-kurangnya separuh jumlah Mejlis Wakil Cabang yang ada didaerahnya;
3.
Konferensi Cabang
membicarakan pertanggung jawaban Pengurus Cabang , menyusun rencana
kerja 5 (lima) tahun, memilih Pengurus Cabang
yang baru dan membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada
umumnya terutama yang terjadi di daerah Cabang
yang bersangkutan.
4.
Pengurus Cabang
membuat rancangan tata-tertib Konferensi termasuk di dalamnya tata-cara
pemilihan pengurus baru yang diatur dalah ART Bab XII pasal37 untuk disahkan
oleh Konferensi.
5.
Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (1) sampai (4)
pasal ini, Pengurus Cabang sewaktu-waktu
menganggap perlu dan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun mengada
Rapat Kerja untuk membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi
Cabang, mengkaji perkembangan organisasi, dan peranannya ditengah masyarakat,
membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam Musyawarah Kerjma tidak
diadakan pemilihan pengurus baru;
6.
Konferensi Cabang adalah sah apabila dihadiri oleh
½(setengah) jumlah Mejlis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya.
Dalamsetiap pengambilan keputusan
Pengurus Mejlis Wakil Cabang sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap Ranting yang
hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.
Pasal
55
1.
Konferensi Mejlis Wakil Cabang adalah Intansi
permuyawarat tertinggi pada tingkat Mejlis Wakil Cabang, dihadiri oleh
Utusan-utusa syuriyah dan Tanfidziah Ranting di daerahnya dan diadakan diselenggarakan
sekali dalam 5 (lima )
tahun;
2.
Konferensi Mejlis Wakil Cabang diselenggarakan atas undangan Pengurus Mejlis
Wakil Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya separuh jumlah Ranting
yang ada didaerahnya;
3.
Konferensi Mejlis Wakil
Cabang membicarakan pertanggung
jawaban Pengurus Mejlis Wakil Cabang , menyusun rencana kerja 5 (lima) tahun,
memilih Pengurus Mejlis Wakil Cabang
yang baru dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya
terutama yang terjadi di daerah Mejlis Wakil Cabang yang bersangkutan.
4.
Pengurus Mejlis Wakil Cabang membuat rancangan tata-tertib Konferensi
termasuk di dalamnya tata-cara pemilihan pengurus baru yang diatur dalah ART
Bab XII pasal38 untuk disahkan oleh Konferensi.
5.
Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (1) sampai (4)
pasal ini, Pengurus Mejlis Wakil Cabang
sewaktu-waktu menganggap perlu dan sekurang-kurangnya sekali dalam dua
setengah tahun mengada Rapat Kerja untuk membicarakan pelaksanaan Konferensi
Mejlis Wakil Cabang, mengkaji perkembangan organisasi, dan peranannya ditengah
masyarakat. Dalam rapat kerja tidak diadakan acara pemilihan Pengurus.
6.
Konferensi Mejlis Wakil Cabang adalah sah apabila
dihadiri oleh ½(setengah) jumlah Ranting di daerahnya. Dalamsetiap pengambilan keputusan Pengurus Mejlis Wakil
Cabang sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap Ranting yang hadir mempunyai hak 1
(satu) suara.
Pasal 56
1.
Rapat Anggota adalah inyansi permusyawaratan tertinggi
pada tingkat Ranting dan diselenggarakan sekali dalam 5 (lima ) tahun;
2.
Rapat Anggota diselenggarakan atas undangan Pengurus
Ranting atau atas permintaan sekurang-kurangnya separoh dari jumlah anggota
Nahdlatul Ulama di Ranting bersangkutan.
3.
Rapat Anggota membicarakab laporan pertanggung jawaban
Pengurus Ranting, menyusun rencana kerja untuk 5 (lima) tahun, memilih Pengurus
Ranting baru dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutama
yang terjadi didaerah Ranting;
4.
Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (3), Pengurus
Ranting, sewaktu-waktu dianggap perlu dan sekuramg-kuraangnya dalam dua
setengah tahun menyelenggarakan forum musyawarah. Pada forum ini tidak
dilakukan pemilihan pengurus.
5.
Rapat Anggota adalah sah apabila dihadiri lebih dari
separoh anggota Nahdlatul Ulama di Ranting tersebut, setiap anggota mempunyai
hak 1 (satu) suara.
BAB XXI
KEUANGAN
DAN KEKAYAAN
Pasal 57
Uang
pangkal, I’anah syahriyah dan I’anah sanawiyah yang diterima dari anggota
Nahdlatul Ulama digunakan untuk membiayaai kegiatan organisasi dan dimanfaatkan
dengan perimbangan sebagai berikut:
a.
50% untuk membiayai kegiatan Ranting;
b. 20% untuk
membiayai kegiatan MWC;
c. 15% untuk
membiayai kegiatan Cabang;
d. 10% untuk
membiayai kegiatan Wilayah;
e. 5% untuk
membiayai kegiatan Pengurus Besar.
Pasal 58
1.
Dalam laporan pertanggung jawaban Pengurus Besar kepada
Muktamar dilaporkan pula pertanggung jawaban keuangan dan investasi Pengurus
Besar, Lembaga, dan Lajnah;
2.
Dalam laporan pertanggung jawaban Pengurus Wilayah kepada
Konferensi, dilaporkan pula pertanggung jawaban keuangan dan investasi Pengurus
Wilayah NU, Lembaga dan Lajnah;
3.
Dalam laporan pertanggung jawaban Pengurus Cabang kepada
Konferensi, dilaporkan pula pertanggung jawaban keuangan dan investasi Pengurus
Cabang NU, Lembaga dan Lajnah;
4.
Dalam laporan pertanggung jawaban Pengurus Mejlis Wakil
Cabang kepada Konferensi, dilaporkan pula pertanggung jawaban keuangan dan
investasi Pengurus Mejlis Wakil Cabang;
5.
Dalam laporan pertanggung jawaban Pengurus Ranting kepada
Rapat Anggota dilaporkan pula pertanggung jawaban keuangan tingkat Ranting.
BAB XXII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 59
1.
Segala sesuatu yang belum diatur atau belum cukup diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan oleh keputusan Pengurus Besar;
2.
Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh
Muktamar.
Ditetapkan
di : Kediri
Tanggal : 17 Sya’ban 1420 H/25 Nopember 1999 M
MUKTAMAR
XXX NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN
SIDANG PLENO XI
Prof.Dr.Sayyid Aqiel Al Munawwar
(Katib)
HM.Rozi Munir,SE,MSc. (Ketua)
H.Ahmad Bagja. (Sekretaris)
Tim Perumus:
KH.Drs.A.Hafid Usman (PBNU), Ketua
merangkap Anggota
H.Abdul Hadi (Kal-Sel) Wakil Ketua
merangkap Anggota.
Drs.H.Sarbini Mahya (Irja) Sekretaris
merangkap Anggora.
Prof.Dr.A.Rifai Siregar (Sumut)
Anggota.
KH.Abdul Mujib Imrion (Jatim) Anggota.
DR.KH.Sahabudin (SulSel) Anggota
Drs.Marinah Hadi (NTB) Anggota
Ratu Dian Hatifah, S.Ag (PP-IPPNU),
Anggota
Drs.Hasim Umasuqi (Maluku) Anggota.
DAFTAR PUSTAKA
1. Drs.H.M.Solihin,
Identitas NU Faham Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah, CV.Mitra Usaha Mandiri Karawang
2002.
2. A. EFFENDY CHOIRIE, PKB POLITIK JALAN TENGAH
NU EKSPERIMENTASI PEMIKIRAN ISLAM INKLUSIF DAN GERAKAN KEBANGSAAN PASCA KEMBALI
KE KHITTAH 1926, Pustaka Ciganjur, Jakarta Januari, 2002
3. Andree Feillard,
NU Vis-à-vis NEGARA, LkiS Yogyakarta, Maret 1999.
4. Hairus Salim HS
dan Muhammad Ridwan, KULTUR HIBRIDA, LkiS Yogyakarta, 1999.
5. H. Sulaiman
Rasjid, FIQH ISLAM Sinar Baru Algensindo, 2002.
6. Ustd.Drs.Moh.Saifulloh
Al-Aziz S., RISALAH MEMAHAMI ILMU TASHAWWUF, Terbit Terang, Surabaya 28 April
1998.
7. Dr. Ihsan Ilahi
Dhahir, SEJARAH HITAM TASAWUF, Latar Belakang Kesesatan Kaum Sufi, Darul Falah,
Jakarta Agustus 2001.
8. Hartono Ahmad
Jaiz, Tasawuf Belitan Iblis, Darul Falah, Jakatra, Juni 2002.
9. M.Imdadun Rahmat
(ED.), KRITIK NALAR FIQH NU, TRANSFORMASI PARADIGMA BAHTSUL MASA’IL. LAKPESDAM,
Jakarta Agustus
2002.
10. Imam Baehaqi,
KONTROVERSI ASWAJA, LkiS Yogyakarta, Januari 2000.
11. Dr. Ibrahim bin
Amir Ar-Ruhaili, MANHAJ AHLI SUNNAH MENGHADAPI AHLI BID’AH, Jakarta Juli 2002.
12. Martin Vann
Buinessen, POLITIK NU PASKA GUS DUR: Back to Situbondo.Elsad, Surabaya 2002.
13. Aminoto
Sa’doellah, Bahsul Masail; ORTODOKSI TANPA RESONANSI, Elsad, Surabaya 2002.
14. Fawaizul Umam
PEMBERDAYAAN NAHDIYIN MODAL SOSIAL NU, Elsad, Surabaya 2002.
15. KH. Abdul Muhit
Muzadi, MENATA NU DENGAN LISAN DAN TELADAN, Elsad, Surabaya 2002
16. Drs. Choirul
Anam, PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN NU, Bisma Satu, Surabaya , 1999.
17. KH.Sirajuddin
Abbas, I’itiqad Ahlussunnah wal jama’ah
Pustaka Tarbiyah, Jakarta
1985.
18. Dr. Yusuf
Al-Qaradhawi, FIQH PRAKTIS BAGI KEHIDUPAN MODERN, Gema Insani Jakarta, 2002.
19. Sukron Kamil,
ISLAM DAN DEMOKRASI, Gaya
Media Pratama, Jakarta
Maret 2002.
20. Dr. Said Ramadhan
Al-Buthi, Pustaka Al-Kausar, Jakarta
Oktober 2001.
21. KH.Drs.Hasyim
Muzadi, NAHDLATUL ULAMA DITENGAH AGENDA PERSOALAN BANGSA, Logos Jakarta Nopember 1999.
22. Dr.Muhammad
Aw.Al-Aqil, MANHAJ AQIDAH IMAM SYAFI,I, Pustaka Iman Asy-Syafi”i. Bogor , 2002.
23. DPP Partai
Kebangkitan Bangsa, Pengembangan Organisasi dan Kader Partai Kebangkitan
Bangsa, Jakarta Juli 2001.
24. Dr.Achmad Fathoni
Rodli, Berguru Kepada Bapak Bangsa, kumpulan esai menelusuri jejek pemikiran
KH.Abdurahman Wahid, GP.ANSOR, Jakarta ,
November 1999.
25. Drs.Teuku May
Rudy, SH,MA,MIR, Pengantar Ilmu Politik, Eresco Bandung 1993.
26. Dr.M. Abdurrahman , MA ,
Dinamika Msyarakat Islam dalam Wawasan Fiqh, Remaja Rosdakarya Bandung Mei
2002.
27. Dr. Muhammad
‘Utsman Najati, Jiwa Manusia dalam Sorotan Al-Qur’an, Cendikia Sentra Muslim
Jakarta Juni 2001.
28. Drs.Muhammad
Iqbal,M,Ag. Fiqh Siyasah Kontektualisasi Dokrin Politik Islam, Gaya Media
pratama Jakarta ,
Februari 2001.
29. Tap MPR hasil
sidang tahun 1999 beserta perubahan pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
tahun 1945, Arkola Surabaya.
30. Dr.Abdul Hamid
Mursi, SDM Yang Produktif Pendekatan Al-Qur’an dan Sain, Gema Insani Press
Jakarta 1997.
Catatan Singkat
Bidodata
Penulis
Drs.
H. Muhammad Solihin, dilahirkan di Dusun Poponcol, Desa
Cilewo ( Sekarang Desa Ciwulan) Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, pada
tanggal 26 Februari 1966, anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan
suami istri Bapak. H. Wahyudin bin Encim dan Ibu Hj. Salamah binti saju.
Nama Istri
Lutfiah pasangan suami istri KH.Abu Bakar Siddiq dan Hj. Fatimah, anak terakhir
dari sebelas bersaudara.
Nama putri,
ananda Eva Nurfadilah, lahir 13 Juli 1996
Jenjang
Pendidikan
Sekolah
Dasar pada tahun 1977, tamat pada tahun 1982 di SD Cilewo III, Sekolah Menengah
Pertama pada tahun 1982 di SMPN Telagasari,
Sekolah
Menegah Atas pada tahun 1985 tamat pada tahun 1988 di SMAI Cipasung Tasik Malaya ,
Institut
Agama Islam Cipasung (IAIC) Fakultas Syari’ah Jurusan Peradilan Agama pada tahun
1988 tamat pad atahun 1992 di Tasik Malaya.
Pengalaman
Organisasi
1. Pemuda Ansor pada tahun 1987 - 1992 Jabatan
Litbang Pemuda Ansor Cabang Karawang.
2. Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Islam Karawang
tahun 1987 - 1992 Jabatan Ketua Satu.
3. Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1998 Jabatan
anggota, sekarang Tim Ahli Bidang Ekonomi. MWC NU Lemahabang.
4. Lembaga Pengembangan Pengusaha Kecil. Menengah dan Koperasi (LP 2
KMK) Jabatan Sek Jen tahun 1997.
5. Lembaga Keuangan Syari’ah Baetulmal Wa Tanwil
Al-Mu’min Lemahabang tahun 1999 s/d 2003, Jabatan Ketua
6. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Lembaga
Keuangan Mikro, tahun 1999 jabatan Analis Kredit.
7. Koperasi Unit Usaha Asosiasi Petani Karawang
tahun 2000 s/d 2005 Jabatan Ketua.
8. Yayasan Pendidikan Islam As-Sa’idiyah tahun
2000, sebagai pendiri sekaligus Sekretaris Yayasan.
9. Asosiasi Petani Karawang tahun 1999 s/d 2003,
Jabatan Ketua
10. Lembaga Penelitian Pengembangan, Pengawasan
Sumber daya Kelautan dan Pariwisata Alam (LP 3SKPA) tahun 2001 s/d 2005,
Jabatan Ketua.
11. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama tahun 2002
s/d 2007 Jabatan Wakil Ketua.
12. Forum Pengkajian Strategi Pembangunan
Karawang Tahun 1999 S/D Sekarang Jabatan Anggota
Moto
Hidup
Hidup
Mulia atau Mati Sahid
Visi Hidup
Menjadi Memanusia
Paripurna, yang berilmu amalian beramal ilmiah dan berakhlakul karimah.
Misi
Hidup
1. Membebaskan umat manusia dari penindasan,
keserakahan, kesewenang-wenangan dan ketidak adilan.
2. Menjadikan manusia sebagai mitra manusia
lainnya, sehingga tidak ada istilah juragan dan budak belian, tidak ada istilah
bawahan dan atasan yang ada adalah mitra dan kemitraan.
3. Membebaskan manusia dari belenggu kebodohan,
ketertinggalan, keterbelakangan dan penjajahan kaum kapitalis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar