BAB
III
SIKAP
POLITIK NU
TINJAUAN
ORGANISASI
NU sejak
awal berdirinya dikenal sebagai sebuah organisasi tradisional. Tapi, dinamika
internal organisasi ini malah lebih progresif dibanding organisasi-organisasi massa Islam yang dikenal
berwatak modernis. Kecenderungan ini tertjadi karena adanya kekuatan penggerak
dari dalam NU sendiri. Paling tidak, hal itu dimulai pada generasi mantan Sikap
progresif dimulai semenja NU berdiri dan berkembang ke generasi di bawahnya.
Loncatan yang paling menonjol dalam bidang politik dimasa kepemimpinan GUS DUR.
Kecenderungan seperti itu menunjukkan
bahwa NU melakukan gerakan sosial (social movement). Dikatakan demikian karena
upaya-upaya yang dilakukan NU di bawah Gus Dur dengan kekuatan dukungannya dari
generasi baru, sudah memenuhi syarat sebagai gerakan sosial. Sesuai dengan khithoh yang telah
ditetapkan, PBNU tetap konsisten untuk menghindarkan diri dari politik yang bersifat
praktis. Demikian penegasan Ketua Umum PBNU dalam acara silaturrahmi nasional
antar warga NU di Hotel Sari Pan Pasific (13/04/2003) yang banyak dihadiri oleh
para politisi dari berbagai partai politik, baik PKB, PPP, Golkar, PDI
Perjuangan ataupun dari partai lainnya. “Untuk urusan politik praktis, NU tidak
akan turut campur” ungkap KH Hasyim Muzadi. “Namun demikian, NU tidak dapat
terhindar sama sekali dari urusan politik. Politik NU merupakan politik yang
bersifat konseptual” tambahnya.
Hasyim menegaskan,
sekarang PBNU lebih fokus pada ketenangan umat ketimbang harus mengurusi Partai
Politik. Soalnya, PBNU memiliki tanggung jawab moral terhadap warga NU. Langkah
ini juga ditempuh untuk meredam gejolak yang mungkin timbul akibat adanya
gonjang-ganjing tersebut.
Kondisi ini seringkali menimbulkan konflik antar warga NU
dan energi mereka tercurahkan pada hal-hal yang kurang produktif sedangkan
urusan pengembangan keagamaan yang menjadi fokus NU menjadi terbengkalai
Untuk mengatasi masalah ini, salah satu usaha yang akan
dilakukan adalah pembentukan komisi politik dalam struktur
organisasi NU. Komisi inilah yang nanti akan berusaha menyelesaikan berbagai
permasalahan warga nahdliyyin berkaitan dengan politik, sebab saat ini masalah
politik menarik perhatian sangat besar warga NU, dari tingkat pusat sampai
dengan ranting. “ Syuriah di kecamatanpun sekarang jadi rebutan karena dapat
menjadi akses untuk menjadi anggota DPRD “ kata salah satu ketua PBNU. Komisi
ini belum dibentuk, walaupun sudah ada mandat dalam muktamar NU ke-30 di Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo Kediri, tetapi untuk sementara masalah
komisi politik ditugaskan ke Drs H. Ahmad Bagja, salah satu ketua NU yang
mumpuni dalam masalah politik.
Usaha lain untuk mengurangi konflik ini adalah akan
dibentuknya etika politik NU. Dengan etika politik, hubungan antar berbagai
organisasi politik yang banyak diikuti oleh warga NU atau warga NU yang aktif
dalam organisasi politik tertentu dapat diatur untuk menghindari konflik
kepentingan dengan NU. Sebenarnya dalam organisasi NU, sudah terdapat aturan
pelarangan perangkapan jabatan untuk menjadi pengurus harian partai politik
tertentu, guna menghindari konflik. Kalau kita perhatikan secara seksama, bunyi
khittah Nahdlatul Ulama, nampak jelas, bahwa NU bukan partai politik dan tidak
terkait dengan partai politik manapun. Sebagai organisasi kemasyarakatan yang
menjadi bagian tak terpisahkan dari keseluruhan bangsa Indonesia ,
Nahdlatul Ulama senantiasa menyatakan diri dengan perjuangan bangsa Indonesia .
Nahdlatul Ulama secara sadar mengambil posisi yang aktif dalam proses
perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan, serta ikut aktif dalam penyusunan
UUD 1945 dan perumusan Panca Sila sebagai dasar negara.
Keberadaan
Nahdlatul Ulama yang senantiasa menyatukan diri dengan perjuangan bangsa, menempatkan Nahdlatul Ulama dan
segenap warganya untuk senantiasa aktif mengambil bagian dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat yang adil dan makmur yang diridlai Allah subhanahu
wata’ala. Karenanya setiap warga Nahdlatul Ulama harus menjadi warga negara
yang senantiasa menjungjung tinggi pancasila dan UUD 1945.
Sebagai
organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama menempatkan bagian tak terpisahkan dari
umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh prinsip
persaudaraan (al-ukhuwah) toleransi (al-tasamuh) kebersamaan dan hidup
berdampingan baik dengan sesama umat Islam, maupun dengan sesama warga negara
yang mempunyai keyakinan/agama lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita
persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.
Sebagai
organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan Nahdlatul Ulama senantiasa berusaha
secara sadar untuk menciptakan warga-warga yang menyadari hak dan kewajiban
terhadap bangsa dan negara. Setiap warga Nahdlatul Ulama adalah warga negara
yang mempunyai hak-hak politiknya harus dilakukan secara bertanggung jawab
sehingga dengan demikian dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokrasi,
konstitusional, taat hukum dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah dan
mufakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama.Nanun baik NU
secara organisatoris maupun NU secara warga NU memegang peran aktif dalam
politik.
Nahdlatul
Ulama memandang politik sebagai pemahaman terhadap ketata negaraan, sehingga
politik dipahami sebagai partisipasi aktif membangun system ketata negaraan
yang sesuai dengan cita-cita perjuangan Bangsa Indonesia . Konsistensi Politik NU
dipertegas dengan hasil-hasil Muktamar Nahdlatul Ulama yang ke XXX dalam hal
system politik dan kesatuan Nasional. Sebagainama yang telah penulis paparkan
diatas.Penegasan NU dalam bidang politik, karena NU sadar persis pada kondisi
yang ada, sebagaimana kita tahu sudah tiga presiden saling berganti paska
dilengserkannya Soeharto. Namun tidak ada satu pun yang berhasil meletakkan
dasar-dasar politik yang memperjelas arah mengenai bentuk sistem
politik dan pemerintahan Indonesia
yang sesuai dengan tujuan pembentukan negara ini, yakni menjamin keamanan dan
kesejahteraan rakyat, mencerdaskan bangsa dan ikut menciptakan perdamaian
dunia. Hal ini terjadi, terutama, karena yang terjadi di pentas politik
kenegaraan dalam empat atau lima
tahun terakhir ini tak kurang tak lebih dari pertarungan kekuasaan dan
perebutan akses pada kepentingan-kepentingan jangka pendek. Terutama kepada
sumber-sumber ekonomi, yang setelah tumbangnya Orde Baru, semakin
tertumpuk di lembaga-lembaga pemerintah sebagai salah satu sumber dana untuk
mendukung kegiatan partai. Apa yang dilakukan, terutama mereka yang kini
memegang kekuasaan, adalah mempertahankannya mati-matian yang semata-mata untuk
kekuasaan itu sendiri; sementara mereka yang menjadi lawannya mencoba
mengganggunya dengan tujuan - semata-mata - untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan politik dan ekonomi. Dengan sendirinya
persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi bangsa ini, krisis multidimensi yang
berakar pada krisis kelembagaan politik, social dan ekonomi; masalah
penegakan hukum, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme karenanya amat
memprihatinkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar