BAB
V
SIKAP
POLITIK WARGA NU
Proses turunnya Gus Dur dari kursi
presiden telah membuka mata kita, paling tidak terhadap orang-orang yang
sebelumnya memandang secara sinis, under estimate terhadap para pendukung Gus
Dur dari nahdliyin bahwa mereka mungkin akan "ngamuk" karena kiainya
diturunkan, ternyata hanya isapan jempol. Semua prediksi benar-benar mental,
tertolak dengan kedewasaan yang diberikan para pendukung Abdurrahman Wahid yang
terkenal fanatik terhadap "gurunya".
Kita
memang tidak ragu mengatakan bahwa NU memiliki jamaah yang sangat besar di Indonesia . Oleh
karena itu, warga yang besar ini akan sangat berpengaruh dalam menentukan
hitam-putihnya bangsa ini. Apabila pengaruh yang dibawanya adalah yang jelek,
maka warna yang akan berkembang adalah yang jelek. Tetapi, jika pengaruh yang
berkembang adalah pengaruh yang baik, maka yang akan berkembang adalah warna
yang baik. Untuk menuju pengaruh yang putih tersebut dibutuhkan perjuangan yang
serius, sistematis, dan kontinyu.
A.
POLITIK PRAKTIS
Pengaruh nilai sejarah, ditambah
dengan pengaruh organisasi dan pengaruh ajaran Faham ahlus sunah wal jama’ah,
telah memberi corak tersendiri bagi sikap politik warga NU.
Bagi warga NU, khittah 1926 merupakan Rule Of Geme
Organisation, sehingga warga NU
menentukan sikap dalam berpolitik sudah bukan masalah, partai boleh berbeda
namun tujuan berpolitik harus sama yaitu memperjuangkan tujuan NU, yaitu
“berlakunya ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jam’ah dan menganut
salah satu dari mazdhab empat, ditengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dengan demikian sikap politik warga
NU bukan memilih partai, melainkan memilih orang yang sanggup dan mampu
menjelmakan tujuan organisasi. Apapun Partainya, siapapun orangnya asal
mempunyai kominmen untuk menjelmakan tujuan organisasi, warga NU akan
mendukungnya.
Komitmen untuk melepaskan diri dari
politik praktis dikalangan warga NU semangkin jelas. Seperti diketahui,
sejumlah partai politik mengusung nama Hasyim Muzadi sebagai calon presiden untuk
Pemilu 2004. Partai Golkar misalnya, sejumlah pengurus daerahnya yaitu Jawa
Timur dan Kalimantan Selatan telah menemui Hasyim Muzadi, akhir Maret lalu
untuk meminta kesediaan Ketua PBNU ini dicalonkan sebagai presiden dan wakil
presiden pada Pemilu 2004. Selain Golkar, PDIP juga pernah menyodorkan nama
Hasyim Muzadi sebagai calon wakil presiden dalam Pemilu 2004 mendampingi
Megawati. Nama Hasyim Muzadi ini dimunculkan dalam rapat kerja nasional PDIP di
Jakarta , Maret
lalu. Menanggapi hal tersebut Mustasyar PBNU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
mempersilahkan KH Hasyim Muzadi menyalonkan diri sebagai presiden, namun
sebelumnya Muzadi harus mengundurkan diri dari Ketua PBNU. “Jika Ingin Jadi
Capres Hasyim Muzadi Sebaiknya Mundur dari PBNU”
Karena sebagai organisasi
kemasyarakatan NU tidak akan ikut dukung-mendukung calon Presiden. “Silahkan
saja, bagi saya nggak ada masalah. NU tidak akan ikut-ikutan karena
bidangnya di politik inspirasional.” kata Gus Dur kepada wartawan usai
acara peluncuran dan bedah buku "Setahun Bersama Gus Dur" di Hotel
Kartika Chandra Jakarta, Senin (21/03/2003 ).
Hasyim Muzadi sendiri mengakui adanya
tawaran itu. Namun ia menyatakan belum menyikapi serius tawaran itu karena
belum merupakan keputusan akhir partai politik itu. Kendati demikian ia
menyatakan akan ada pergeseran posisi di Nahdlatul Ulama berkaitan dengan
pencalonan itu. " Tapi itupun masih harus diputuskan PBNU dan musyawarah
alim ulama NU," kata Hasyim.
Sikap ini jelas-jelas menggambarkan
pemisahan antara kebijakan NU sebagai Organisasi dan KH.Hasim Mudzadi sebagai
individu. dari kutifan tulisan diatas,maka nampak sikap politik warga NU yang
membedakan antara sikap organisasi dan sikap individu. Berkaitan dengan sikap
tersebut, KH Muchit Muzadi mengatakan bahwa NU dilahirkan bukan sebagai parpol,
tetapi memiliki kekuatan politik yang luar biasa. Pertanyaannya adalah
bagaimana menyalurkan aspirasi politik tersebut secara benar ungkapnya dalam
rapat pleno PBNU di Jakarta (22/08 2003). KH Muchit Muzadi menambahkan bahwa selama
menjadi parpol banyak tugas keagamaannya menjadi terbengkalai. Namun demikian,
ketika warga NU membuat wadah politik seringkali wadah tersebut tidak dapat
digunakan sebagai saluran aspirasi warganya sehingga menimbulkan
gangguan-gangguan. “Contohnya ketika NU keluar dari Masyumi, permasalahan
dengan PPP, dan kondisi politik saat ini,” Sementara
itu Wakil Katib PBNU Masdar F. Mas’udi dalam kesempatan yang sama mengatakan
bahwa di semua daerah naluri politik warga NU begitu tinggi dan pembicaraan
mengenai tema-tema politik merupakan pembicaraan yang menarik. “Sebenarnya
kalau jadi parpol kayaknya cocok dengan naluri politik warga NU dari puncak
sampai daerah, namun demikian, naluri tersebut tidak boleh dibiarkan secara
bebas,”ungkapnya.
Dalam hal ini KH Hasyim Muzadi
berpendapat bahwa NU tidak boleh menjadi partai. “Jika menjadi partai, seluruh
gerakan-gerakan tata nilai akan ludes,” ungkapnya (Warta Politik Praktis
Membuat Misi NU Terbengkalai. NU Online)
B.
POLITIK KEBANGSAAN
Keputusan Muktamar NU di Banjarmasin tahun 1935,
dalam bentuk jawaban atas pertanyaan; “Wajibkah seorang muslim mempertahankan
kawasan Kerajaan Hindia-Belanda -demikian Indonesia waktu itu dikenal- yang
diperintah oleh orang-orang Non-Muslim (Belanda)? Dari Bughyat Al-Mustarsydin diambil
argumentasi, bahwa kawasan Kerajaan Hindia Belanda yang dahulunya adalah
kerajaan Islam, harus dipertahankan oleh kaum Muslimin. Di samping itu,
Muktamar tersebut mengemukakan sebuah argumentasi baru -yang merupakan
reinterpertasi-, bahwa keharusan mempertahankannya juga karena kaum Muslimin di
kawasan tersebut bebas melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam, dengan tidak
dicampuri oleh pemerintahan yang ada (KH
Abdurrahman Wahid Fatwa sebagai Tindakan Politik Surabaya, 21 Februari 2003
(Duta Masyarakat, Sabtu 22 Februari 2003)).
Pada tanggal 22 Oktober 1945, PBNU
mengeluarkan Resolusi Jihad, adalah sesuatu keputusan politik yang sangat
mendasar: pernyataan bahwa mempertahankan wilayah Republik Indonesia
adalah kewajiban agama bagi kaum Muslimin. Dengan rangkaian kegiatan seperti
itu, termasuk mendirikan Markas Besar Oelama DJawa –Timoer (MBODT) di Surabaya
dalam bulan Nopember 1945, adalah salah satu dari kegiatan bermacam-macam untuk
mempertahankan Republik Indonesia, Diteruskan dengan perang gerilya melawan
tentara kependudukan Belanda di tahun-tahun berikutnya. Dengan peran aktif para
ulama dan pesantren-pesantren yang mereka pimpin, selamatlah negara kita dari
berbagai rongrongan dalam dan luar negeri, hingga tercapainya penyerahan
kedaulatan dalam tahun 1949 - 1950.
Fakta sejarah ini merupakan bentuk
kongrit kedewasaan sikap politik warga NU. Kedewasaan warga NU dalam berpolitik, telah banyak
membuat orang terheran-heran. mulai dari yang merasa terkejut hingga yang
merasa perlu untuk melontarkan kutukan. Hal ini terutama berhubungan dengan
sikap politik dan lontaran-lontaran pemikiran yang digagas oleh sejumlah tokoh
dan kalangan terpelajar NU, baik dalam hal penerimaan atas Pancasila maupun
pernyataan bahwa negara RI adalah bentuk final perjuangan kaum Muslim
Indonesia. Kalangan NU sangat melekat dengan ke Indonesiaan, NU tidak pernah mengalami kesibukan serius untuk
mencari jati-diri keindonesiaan. Sebab, keindonesiaan, yang hidup di berbagai
area lokal, berwatak kerakyatan serta beranekaragam itu, telah merupakan bagian
yang terpisahkan dari keseharian masyarakat NU. Oleh sebab itu, berbeda dengan
elemen komunitas Islam "Indonesia "
lainnya yang kerap kali mengalami ketegangan terus-menerus terhadap konstruk
kebangsaan, kalangan NU justru tampak lebih rileks dengan ke Indonesiaan.
Ketika sejumlah elemen Islam "Indonesia " non-NU masih
disibukkan dengan upaya mencari definisi tentang hubungan antara Islam dan
keindonesiaan kalangan NU telah jauh melangkah di depan mereka. Dalam konteks
ini maka harus ditegaskan bahwa NU tidak berada pada posisi "dapat
menerima" keindonesiaan, sebab keindonesiaan iheren dalam tubuh NU. Untuk
apa NU harus bersusah-payah mencari sesuatu yang telah menjadi bagian dari
jati-dirinya?
Kecanggihan sejumlah tokoh NU serta
elemen-elemen muda terpelajar NU dalam "menangkap" ide keindonesiaan
sesungguhnya lebih terletak pada kemampuan mengartikulasikan dan mengemas
secara lebih tajam tentang unsur-unsur yang memang sudah dimilikinya. Dengan
demikian, konstruk keindonesiaan merupakan sebuah bentuk kesadaran otonom yang
melekat dalam diri warga NU sendiri. Adalah suatu tindakan bodoh untuk
menggurui -- apalagi memaksa -- NU untuk mencintai bangsa ini. Ini analog
dengan memerintahkan seseorang untuk mencintai dirinya sendiri! Komunitas NU
memang dapat mengalami ketegangan dengan negara – sebagaimana yang
terjadi pada masa Orde Baru -- tetapi tidak dengan bangsa. Di
tengah-tengah munculnya ekspresi "patriotisme" dan
"nasionalisme" yang justru membela tindakan negara atas represi
terhadap saudara sebangsa di Aceh dan Papua – sebagaimana yang diperlihatkan
oleh beberapa elemen "masyarakat Indonesia" belakangan ini – maka,
sikap dan pandangan NU tentang keindonesian membantu memberikan gambaran yang clear
cut: siapakah patriot dan nasionalis Indonesia sejati itu?
Lebih dari itu, keanekaragaman budaya
adat-istiadat lokal yang hidup dan berkembang di lebih dari 17.000 pulau
Nusantara selama berabad-abad dengan sendirinya memberikan dasar yang kokoh
bagi NU untuk hidup bersama dengan pluralitas dan toleransi. Dengan kata
lain, pluralisme dan sikap toleransi sesungguhnya eksis dalam tubuh NU sendiri.
Sama halnya dengan "hubungan" antara NU dan keindonesiaan sebagaimana
yang telah disinggung di atas, NU juga tidak berada dalam posisi "dapat
menerima" pluralitas dan toleransi, sebab keduanya built in dalam
struktur makna/kesadaran dan tindakan kalangan NU. Hal ini pula yang dapat
menjelaskan mengapa kalangan NU cenderung tidak pernah mengalami kegagapan,
terperosok ke dalam sikap munafik atau dipengaruhi prasangka dalam menjalin
hubungan dengan kalangan non-Muslim Indonesia . Meski antara keduanya
jelas memiliki perbedaan dalam hal akidah agama, namun faktor keindonesiaan
telah membuat mereka sama sekali tidak asing satu sama lain. Faktor keindonesiaan
itu pula yang mengakibatkan NU sulit menganggap kalangan non-Muslim Indonesia
sebagai "pihak lain." Poisisi dan sikap NU yang seperti itu cenderung
ditanggapi dalam – setidaknya – dua pandangan: heran dan terkejut [Lho, kok
bisa ya? ] atau dikutuk dan dicaci [Pembela kaum kafir!] Sikap
pertama jelas mewakili pandangan yang gagal dalam memahami NU secara
sosio-kultural, sementara sikap kedua merupakan cermin dari pandangan yang
mengandung bias-bias fanatisme (Rahadi T. Wiratama. Mengapa NU tidak Pernah Mengalami
Ketegangan dengan Konstruk Keindonesiaan Kolom NU Online)
C. POLITIK LUARNEGRI
Sikap
politik Luar Negri NU, tidak dapa dipisahkan dengan sikap politik Bangsa Indonesia ,
yaitu Politik Bebas Aktif. Sebab Warga NU dengan Warga Indonesia dua
sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, seperti yang telah diurai diatas.
NU saat ini
sudah mulai mengglobal, berbagai kegiatan internasional sudah diikuti, baik
oleh Pengurus Besar NU maupun oleh berbagai badan otonom yang ada dibawahnya
dengan mengadakan berbagai kunjungan ke berbagai negara di seluruh dunia.
Penerimaan
NU oleh komunitas internasional adalah karena faham keagamaan NU yang bersifat
toleran dan ramah terhadap golongan ataupun agama lain sehingga ditengah-tengah
munculnya persepsi buruk tentang Islam akibat adanya kegiatan terorisme, NU
diterima dengan baik oleh komunitas internasional.
Di kantor
pusat PBNU Jl. Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, hampir tiap hari mendapat
kunjungan dari berbagai tamu asing untuk berdiskusi dan meminta penjelasan
tentang faham keagamaan NU yang ramah sehingga dapat dijadikan sebagai model
bagi tatanan dunia baru yang aman dan damai.
Delegasi
Parlemen Eropa Herr Hartmut Nassauer dalam kunjungannya ke PBNU berharap agar
NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia menjadi motor untuk
menampilkan wajah keberagamaan yang damai, anti kekerasan dan toleran. Dalam
kunjungan yang dilakukan ditengah-tengah acara AIPO (Asean Inter-Parliamentary
Organization), ketua delegasi Parlemen Eropa untuk Asia Tenggara dan Republik
Korea itu mengatakan sangat apresiatif terhadap pertemuan ini, sebab pertemuan
ini dapat meluruskan kesan awal yang buruk bahwa Islam di Indonesia itu identik
dengan kekerasan. Nilai-nilai yang sejak awal diusung NU baik itu tasamuh
(toleransi), tawazun (keseimbangan), tawasuth (moderat), ta’adul (keadilan)
merupakan sumber nilai yang penting untuk menyikapi radikalisme atas nama
agama yang marak akhir akhir ini. Dalam pertemuan yang berlangsung selama
satu setengah jam ini, juga dibicarakan mengenai sikap NU di tengah aksi
terorisme dan kekerasan kemanusiaan yang muncul akhir-akhir ini. Di antara
usaha melakukan penguatan wacana agama untuk perdamaian, PBNU akan
menyelenggarakan acara World Forum for Islamic Scholars yang melibatkan
intelektual muslim sedunia pada bulan Februari mendatang. Keduanya juga sepakat
bahwa dalam menyikapi aksi terorisme yang sudah mengglobal, masalah ini harus
diselesaikan dengan menggunakan model pendekatan multilateral, jadi tidak
single fighter. Maka dari itu Parlemen Eropa sangat mendukung dan akan
berpartisipasi terhadap upaya NU ini. karena memang tahun 2004 ini akan menjadi
tahun perdamaian. Hadir dalam pertemuan ini KH Hasyim Muzadi, Prof. Dr. Cecep
Syarifudin, Abdul Wahid Maktub
Selain
kunjungan-kunjungan dari berbagai kedutaan besar negara asing di Indonesia , PBNU
juga mendapat undangan dari berbagai negara asing, baik di Eropa, Asia , maupun Timur Tengah. Untuk memenuhi undangan
pemerintah Iran, PBNU melakukan kunjungan ke Iran Tujuan kunjungan ini adalah
untuk mengenal Iran dengan lebih baik dan memperkenalkan NU sebagai sebuah
gerakan kultural yang moderat dan toleran terhadap pihak lain.
Dalam
kunjungan tersebut PBNU diwakili oleh KH Hasyim Muzadi, KH Masduki Mahfud, Prof
Cecep Syarifuddin, Saiful Bahri Ansori, dan Wahid Maktub. NU diharapkan dapat
menganal dengan lebih baik dan membantu diplomasi di tingkat dunia bahwa Iran bukanlah
sarang terorisme seperti yang dituduhkan oleh Amerika.
Setelah
adanya serangan teroris ke WTC, serangan Amerika ke Afganistan, dan serangan
Amerika ke Irak, konstelasi dunia mengalami perubahan Saat ini Iran juga
dianggap sebagai salah satu poros setan oleh Amerika dan terakhir dengan
mengangkat isu-isu kepemilikan nuklir dan sebagai sarang Al Qaeda.
Pemerintah Iran menganggap
NU sebagai golongan terbesar di Indonesia
dan juga sekaligus golongan yang moderat. Dengan kunjungan ini diharapkan kedua
belah pihak dapat melakukan diskusi dan pengenalan yang lebih mendalam sehingga
model Islam moderat dapat dijadikan sebagai sebuah model alternatif.
Menurut
Wakil Sekjen PBNU Masduki Baidowi model Islam secara umum dapat dibagi tiga
yaitu Islam model Timur Tengah, Islam Asia Tenggara, dan Islam Eropa. Selama
ini negara-negara Timur Tengah dianggap sebagai negara yang konservatif dan
keras. “Dengan menjadikan NU sebagai satu model alternatif, Islam dapat semakin
diterima di dunia,” ungkapnya.
NU dan
Syiah secara kultural sama, mereka sama sama menghormati para keturunan nabi
dan keluarganya seperti Ali bin Abi Tholib yang juga dihormati oleh warga NU
ini sesuai dengan syiah k ultural “Jadi sebenarnya banyak kesamaan antara
NU dengan Syiah” tambah Masduki.
Kunjungan
ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan di Inggris, Jerman, dan terakhir
Mesir untuk memperkenalkan NU ke seluruh dunia sebagai sebuah Islam moderat
yang toleran terhadap golongan lain. Rencananya kunjungan ini juga akan terus
berlanjut ke Yordania dan Syiria.
Dalam
berbagai kunjungan mereka meminta penjelasan tentang Islam yang dianut oleh NU.
KH Hasyim Muzadi beserta rombongan yang selalu mewakili PBNU selalu menjelaskan
bahwa Islam adalah agama yang rahmatallil alamiin atau agama yang memberi
rahmat bagi seluruh alam, bukan malah memberi ancaman.
KH Hasyim
Muzadi juga menjelaskan bahwa radikalisme ada di semua agama dan radikalisme
yang ada dalam Islam disebabkan oleh adanya ketidak adilan yang dihadapi oleh
umat Islam serta pemahaman keagamaan yang sempit sehingga mereka berusaha
menyelesaikan dengan cara-cara radikal.
Kunjungan-kunjungan
ke luar negari tersebut juga bukan hanya untuk kepentingan Islam, tapi juga
untuk kepentingan perdamaian dunia. Sebagai
hasil dari kunjungan KH Hasyim Muzadi ke Inggris beberapa waktu lalu,12 kyai
dari berbagai pondok pesantren NU akan berangkat ke Inggris (13/09) untuk
melakukan workshop dan perbandingan sistem pengelolaan pendidikan selama lima
minggu atas biaya pemerintah Inggris.
KH Hasyim
Muzadi mengungkapkan bahwa kunjungan ini merupakan upaya untuk saling memahami
antara umat Islam di Indonesia dan umat Islam ataupun non Islam di Inggris, dan
upaya kerjasama tersebut juga akan dilakukan dengan negara-negara lain seperti Jerman , Australia ,
dan Amerika Serikat.
Kunjungan
ini sangat diperlukan karena sejak adanya isu terorisme dan pesantren dianggap
sebagai salah satu tempat pendidikan yang menghasilkan orang-orang yang
radikal, padahal persepsi seperti itu sama sekali berbeda dengan kenyataan yang
ada.
KH Hasib
Wahab yang berasal dari pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang yang turut
dalam program tersebut mengatakan terdapat 4 subyek yang dipelajari dalam
kunjungan tersebut yang salah satunya meliputi bagaimana mengamati perkembangan
pendidikan di Inggris.
Sebagai
tambahan di Inggris juga terdapat pendidikan Islam yang mirip dengan pesantren
berupa boarding school di Manchester untuk anak-anak warga muslim yang tinggal
disana. Rencananya rombongan tersebut juga akan berkunjung ke sekolah tersebut.
Hal lain
adalah kurikulum pendidikan disana karena sebagai negara sekuler, kehidupan
agama merupakan hal terpisah dengan negara. Dalam hal ini akan dipelajari peran
agama terhadap kehidupan sehari-hari. Selain itu juga dipelajari bagaimana
proses pembiayaan pendidikan yang ada disana karena selama ini di Indonesia ,
biaya pendidikan merupakan hal yang menjadi beban yang sangat berat bagi orang
tua murid. Acara tersebut juga tidak akan melupakan kunjungan ke berbagai
perguruan tinggi terkenal yang ada di Inggris seperti Oxford ataupun Cambridge .
Gus Hasib
juga menjelaskan bahwa kunjungan tersebut akan dimanfaatkan untuk menyampaikan
bahwa muslim di Indonesia mayoritas memiliki pandangan hidup yang moderat dan
toleran terhadap ajaran agama lain dan selama di Inggris mereka akan tinggal di
Leinchester.
Ketua Badan
Kerjasama Ulama dan Pengasuh pondok Pesantren Se-Indonesia tersebut
mengatakan bahwa hal ini sangat bagus untuk pengembangan pesantren karena harus
diakui bahwa sistem pendidikan di sana
lebih baik daripada disini “Terdapat hal-hal baik yang dapat diambil dan
dijalankan di sini dan pesantren kalau tidak mengikuti perkembangan zaman akan
tenggelam,” ungkapnya.
Akan
berangkat ke Inggris wakil pesantren dari Sukabumi, Kajen Magelang,
Tambak Beras, Lirboyo, Tebu Ireng, Situbondo, Bondowoso, Sidoarjo, Pasuruan,
Jember, dan Malang.
Mereka
semua telah diuji kemampuan bahasa Inggrisnya di British Council sehingga dapat
dipastikan bahwa mereka yang berangkat memiliki kemampuan bahasa Inggris yang
memadai sehingga dapat mengikuti program tersebut dangan baik.
Bersama
dengan tokoh-tokoh agama di seluruh Indonesia, beberapa waktu lalu ketika terjadi
krisis Irak, PBNU secara aktif melakukan kunjungan ke berbagai negara seperti
ke Australia, dan Eropa, termasuk ke Vatikan untuk memperjuangkan agar perang
tersebut tidak terjadi.
Dalam
kunjungan terakhirnya ke Denmark KH Hasyim Muzadi bersama Wakil Katib PBNU Drs.
H. Masdar F Mas’udi MA, ia juga menjelaskan bahwa NU menyetujui serangan ke
Afganistan karena hal ini didukung oleh PBB sedangkan serangan ke Irak tidak
disetujui oleh PBNU karena hal ini merupakan salah satu bentuk intervensi AS ke
Irak.
Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Drs A Hasyim Muzadi menyatakan NU
bersedia menjadi jembatan untuk menggalang kembali hubungan antara dunia barat
dengan Islam dalam garis moderniasi dan garis hubungan humanitas
pasca ledakan bom di berbagai tempat. "Kami bersedia saja untuk menjadi
jembatan penghubung, asal mendapat dukungan positif dari para pemimpin
negara-negara Barat," katanya di Malang, Rabu sore, setelah kembali
dari Kopenhagen-Denmark untuk memberikan presentasi di hadapan para pemimpin
negara itu dan LSM se-Eropa serta tokoh LSM Asia.
Menurut
dia, adanya keinginan dari salah seorang pimpinan LSM Eropa itu menunjukkan
adanya respon positif terhadap dunia Islam, tetapi walaupun ada keinginan kuat
untuk memperbaiki hubungan agar lebih baik lagi antara dunia barat dengan Islam
dengan mediator NU, namun kalau tidak ada dukungan positif, maka pihaknya akan
memikirkan kembali kesediaan itu.
Pada
prinsipnya, kata Hasyim, pihaknya setuju, tapi harus ada dukungan positif dari
negara-negara barat, sebab tanpa adanya dukungan mustahil upaya tersebut akan
terwujud dan hubungan dunia Barat dengan Islam akan lebih mesra.
Tentang
ulah sekelompok umat Islam yang memerangi arogansi, kekhufuran, dan kemunafikan
penguasa negara dengan melakukan aksi teror bom yang juga meminta korban jiwa,
ia menilai hal itu sebenarnya justru merugikan perjuangan umat Islam sendiri. "Jika
penguasa termasuk negara adikuasa dengan dalih memburu para pelaku aksi teror
dengan cara teror pula, bahkan sampai intervensi politik dan militer yang
dibungkus segala macam istilah, pada hakekatnya justru akan membuka mata dan
kemudian menyatukan sikap para pemimpin negara-negara kecil untuk melawan
ketidakadilan secara bersama-sama," ujarnya.
Hasyim
Muzadi menghadiri pertemuan antar pemimpin LSM se-Eropa dan Asia di
Kopenhagen-Denmark selama empat hari sejak tanggal 6 hingga 10 Agustus 2003 dan
baru tiba kembali di Indonesia pada 12 Agustus setelah mampir ke Singapura.
Selama di
Kopenhagen, Hasyim Muzadi menjelaskan bagaimana kiprah NU dan Islam di
Indonesia pada umumnya yang lebih menyukai suasana kedamaian, kesejukan, dan
bahkan Islam sendiri melarang tindak kekerasan, termasuk teror-teror bom yang
akhir-akhir ini marak di Indonesia.
Keinginan
agar NU benar-benar mengglobal sesuai dengan lambangnya - sebuah bola dunia -
tampaknya akan segera terwujud (Laporan luar negri NU Online).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar